BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
OUTSOURCHING
Istilah outsourcing
dari kata “out” dan “source” yang berarti sumber dari luar, merupakan
pendekatan manajemen yang memberikan kewenangan pada sebuah agen luar (pihak
ketiga) untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya dilakukan
oleh perusahaan. Bisa juga didefinisikan sebagai membeli barang atau jasa yang
sebelumnya disediakan secara internal (Swink, 1999; Smith et al, 1996; Lankford
and Parsa, 1999; Elmuti and Kathawala, 2000; dalam Franceschini et al., 2003). Ada dua actor pokok dalam proses outsourcing, yakni “outsourced” dan
“outsourcer”. Yang pertama menunjuk pada perusahaan yang menyerahkan pekerjaan,
yang kedua merupakan perusahaan yang menerima pekerjaan (Saunders and Gebelt,
1997 dalam Franceschini et al., 2003).
Sebutan berbeda digunakan oleh Harland et al. (2005) yakni “outsourcer” dan
“outsourcee”. “Outsourcer” menunjuk pada perusahaan yang mempunyai wewenang dalam bisnis
tersebut, dan “outsourcee” merupakan perusahaan yang diberi wewenang
mengelolanya.
Berikut
akan dipaparkan beberapa definisi outsourcing:
1. Menurut
Undang- Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal
sebagai penyediaan jasa tenaga kerja.
2. Menurut
Pasal 1601 b KUH Perdata, outsoucing disamakan dengan perjanjian
pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian dimana
pemborong mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang
memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang
memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak
pemborong dengan bayaran tertentu.
3. Menurut
Maurice F. Greafer, “Outsourcing is the act of transferring some of company’s
recurringinternal activities and decision rights to outside provider, as set
forth in a contract. Because the activities are recurring and a contract is
used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter of practice,
not only are the activities transferred, but the factor of production and
decision right often are, too. Factors of production are yhe resources that
make the activities occur and include people, facilities, equipment,
technology, and other assets. Decision rights are responbilities for making
decision over certain elements of the activities transferred.
4. Outsourching menurut
Shreeveport Management Consultancyadalah, The transfer to a third party of the
continous management redponbility for provision of a service governed by
service level agreement.
5. Menurut
Eugene Garaventa and Thomas Tellefsen, The College of Island, USA, Outsourcing
can be defined as the constracting out of functions, tasks, or services by an
organization for the purpose of reducting its process burden, acquiring a
specialized technical expertise, or achieving expense reduction.
Dari
pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi operasional
mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja
antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia
jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga
kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah
uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B.
Menurut
Komang dan Agus (2008) tipe outsourcing dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
Business Process Outsourcing dan Outsourcing Sumber Daya Manusia.
1. Business
Process Outsourcing (BPO), jika di Indonesia dikenal dengan
pemborongan pekerjaan. Outsourcing jenis ini mengacu pada hasil akhir yang dikehendaki.
Jika sebuah perusahaan manufaktur ingin mengalihkan penjualan produknya pada perusahaan lain, maka
pembayaran kompensasinya berupa jumlah unit yang terjual.
2. Outsourcing Sumber Daya Manusia. Outsourcing
ini mengacu pada kebutuhan penyediaan dan pengelolaan sumber daya
manusia. Untuk contoh di atas, perusahaan manufaktur akan bekerja sama dengan
perusahaan outsourcing (vendor) yang memberikan jasa penyediaan dan pengelolaan
tenaga penjual. Kompensasi kepada vendor
berupa management fee sesuai kesepakatan.
B.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN SISTEM OUTSOURCHING
Banyak alasan
dikemukakan dalam mengambil keputusan untuk melakukan strategi outsourcing. Berbagai manfaat yang diperoleh
merupakan hal yang sering ditonjolkan, meskin tentu saja banyak resiko yang
harus dihadapi. Kremic et al. (2006) telah melakukan studi literatur
terhadap isi lebih dari 200 publikasi dan hasilnya tidak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh
Embleton dan Wright, (1998) seperti berikut:
1. Penghematan biaya (cost saving). Bisa terjadi karena vendor
lebih fokus mengelol aktifitas yang dibutuhkan oleh outsourced.
Rata-rata perusahaan merealisasikan 9 persen penghematan biaya dan 15
persen peningkatan kapasitas dan kualitas melalui outsourcing (Anonymous, 1996c
dalam Embleton dan Wright, 1998).
2. Penghematan
waktu (time saving). Lebih dari
sepertiga (37 persen) perusahaan yang disurvei menyatakan bahwa penghematan
waktu merupakan pertimbangan utama.
3. Biaya
tersembunyi (hidden cost). Banyak organisasi mempunyai biaya tersembunyi yang
tidak diketahui sampai dilakukannya strategi outsourcing.
4. Aktifitas
inti (core activity). Jika perusahaan
ingin fokus pada aktifitas inti, maka
pengurangan aktifitas yang lain untuk diserahkan kepada pihak luar
merupakan pilihan yang harus diambil.
5. Pemasukan
kas (cash infusion). Karena ada aktifitas yang diserahkan pada pihak luar, maka
akan ada fasilitas atau aset yang dijual, sehingga memberikan pemasukan uang
kas.
6. Ketersediaan
bakat (talent availability). Outsourcing menyediakan akses untuk memperoleh sumberdaya
yang berbakat yang tidak bisa disediakan perusahaan.
7. Rekayasa
ulang (re-engineering). Bekerjasama dengan
vendor membuat manajer
berkesempatan mengevaluasi proses bisnis mereka.
8. Budaya
korporat (corporate culture). Vendor mungkin mempunyai budaya harmonis yang
cocok dengan budaya perusahaan. Meskipun begitu untuk melakukan perubahan perlu
diperhatikan timbulnya pergolakan yang mungkin terjadi.
9. Fleksibilitas
yang lebih besar (greater flexibility). Melalui kerjasama dengan vendor perusahaan lebih leluasa menerima
permintaan pelanggan baik waktu maupun jumlah, dan mengalokasikan sumberdaya
yang dimiliki
10. Akuntabilitas
(accountability). Vendor komersial dibatasi oleh kontrak untuk
menyediakan jasa pada tingkat tertentu yang disepakati, sementara departemen
internal tidak selalu bisa dikendalikan pengeluarannya.
11. Akses
terhadap spesialis lebih besar (access to specialist). Keahlian, peralatan,
tehnologi dan advis independen dapat diperoleh dari perusahaan outsourcing.
12. Produktivitas
lebih tinggi (greater productivity).
Outsourcing jelas bisa digunakan
untuk meningkatkan produktivitas karen beban dibagi dengan vendor.
13. Perbaikan
kualitas (quality improvement).
Outsourcing bisa memperbaiki
kualitas karena vendor adalah spesialis di bidangnya.
14. Jarak
geografis (geographical distance). Outsourcing bisa digunakan untuk mengatasi
masalah jarak geografis.
Adapun
manfaat dari pelaksanaan sistem outsourching
ini adalah :
1. Efektivitas
manpower
Unsur
kepercayaan (trust) dalam strategi
outsourcing memang merupakan hal
yang
sangat
penting (Simmonds and Rebecca, 2008), mengingat terjadinya pengalihan kegiatan
dari perusahaan (user) kepada pihak lain (vendor), sementara imej, kepuasan
pelanggan, dan kualitas produk harus tetap terjaga. Gainey dan Klaas (2005)
mengingatkan bahwa kesepakatan
outsourcing selain
menguntungkan user juga memungkinkan terjadinya ketergantungan
terhadap vendor. Dengan pengalaman dan informasi yang
dimilikinya, vendor bisa membangun kekuatan yang mungkin sulit dikendalikan
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar percaya bahwa mitra
kerjanya tidak akan menghianatinya.
Perusahaan tidak akan mau melimpahkan kegiatan penyediaan dan
pengelolaan tenaga kerjanya jika nantinya hanya akan menurunkan imej, membuat
lari pelanggan, menurunkan kualitas produk, apalagi sampai mengambil pasar yang
selama ini menjadi bagiannya . Semua
perusahaan outsourcing yang diteliti mengalamai perkembangan yang
menggembirakan. Dalam jangka waktu yang pendek jumlah perusahaan mitra yang
dimiliki makin banyak, demikian pula jumlah karyawan yang dikelolanya. Hal ini
menunjukkan bahwa bisnis perusahaan outsourcing sumberdaya manusia mempunyai
prospek yang bagus.
Dalam
pasar persaingan bebas setiap individu berhak untuk masuk dan bersaing di
bidang bisnis. Dengan kesempatan yang dimiliki perusahaan outsourcing
sumberdaya manusia juga harus bersaing untuk merebut posisi terbaik
sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan.
Dimulai dari rumusan visi perusahaan, penentuan fokus layanan, strategi dalam
penyediaan dan pengelolaan sumberdaya manusia
menunjukkan perbedaan posisi dari beberapa perushaan vendor
yang diteliti. Intinya, bahwa
dari berbagai aspek tersebut bias
dikelompokkan menjadi tiga perusahaan,
yakni: vendor yang mempunyai profesionalitas tinggi, sedang dan rendah.
2. Tidak
perlu mengembangkan SDM untuk pekerjaan yang bukan utama.
Berdasarkan
pengalaman menjadi karyawan outsourcing,
meskipun banyak keluhan,
namun
mereka masih merasakan manfaat dari strategi tersebut. Dengan system outsourcing ini mereka terbantu untuk
cepat memperoleh pekerjaan dalam kondisi yang sulit dewasa ini. Sistem ini
merupakan batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan dan
memberikan pengalaman yang berharga. Terutama
untuk karyawan outsourcing yang
mempunyai masa kerja lebih lama (lebih dari satu tahun) merasa tidak
mempunyai beban yang berat untuk mengembalikan sejumlah uang bila keluar dari
pekerjaan ketika memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Memang dalam klausul
kontrak menunjuk kewajiban pembayaran sejumlah uang bila dalam waktu kontrak
keluar dari pekerjaan, namun dalam praktek tidak pernah dipermasalahkan. Bahkan
ada yang merasa bahwa system outsourcing
sebenarnya bisa memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik karena mereka
mengharapkan untuk menjadi karyawan tetap dengan bekerja sebaik-baiknya.
3. Mengembangkan
anak perusahaan
4.
Dealing
with unpredicted business condition.
Di
antara banyak kelebihan tersebut, ada juga beberapa kekurangan dari sistem outsourching ini yaitu Penggunaan
outsourcing seringkali digunakan sebagai strategi kompetisi perusahaan untuk
fokus pada core
business-nya. Namun, pada prakteknya outsourcing didorong oleh
keinginan perusahaan untuk menekan cost hingga serendah-rendahnya dan
mendapatkan keuntungan berlipat ganda walaupun seringkali melanggar etika
bisnis.
Selanjutnya Embleton dan Wright, (1998) maupun
Kremic et al. (2006) juga menunjukkan
beberapa resiko yang dihadapi bila menggunakan strategi outsourcing, yakni:
1. Harapan
penghematan biaya yang sering tidak terwujud. “Dari seluruh klien, 50 persen
menyatakan break-even, dan dalam beberapa kasus lebih mahal” (Anonymous, 1996e
dalam Embleton dan Wright, 1998).
2. Perusahaan
harus lebih hati-hati karena telah menyerahkan aktifitas pengendalian proses
kepada vendor.
3. Sekali
aktifitas dipercayakan kepada pihak luar, sulit dan membutuhkan biaya yang
cukup besar untuk kembali dipegang perusahaan.
4. Kontrak
awal mungkin sangat kompetitif, namun dengan berjalannya waktu jika ketergantungan kepada vendor menjadi besar
bisa menelan biaya yang lebih mahal.
5. Kemungkinan
bisa merusak moral karyawan yang dimiliki. Aspek kemanusiaan ini sering
diabaikan dalam outsourcing. Sementara
untuk karyawan yang berbakat dan dibutuhkan pasar kerja akan mudah mencari
tempat lain dan keluar dari perusahaan.
6. Waktu
yang dibutuhkan untuk mengelola kontrak kemungkinan bisa lebih mahal.
7. Kualitas
barang dan jasa harus selalu dimonitor karena insentif kontraktor untuk
menghemat biaya.
8. Vendor kemungkinan mempunyai klien yang banyak,
sehingga tidak dapat memberikan prioritas kepada setiap klien.
9. Banyak vendor
membutuhkan kontrak yang lama untuk menjamin penghasilan mereka. Oleh
karena itu harus ada negosiasi untuk mengantisipasi perubahan pasar dan biaya.
Dalam hal ini fleksibilitas membutuhkan biaya yang tinggi.
10. Perubahan
tehnologi yang cepat jika tidak bisa diakses oleh vendor akan berdampak pada
perusahaan.
11. Menyerahkan
aktifitas strategis kepada pihak lain dalam jangka panjang akan merugikan
karena perusahaan kehilangan peluang pengembangan dari aktivitas tersebut.
12. Jika
karena outsourcing mengakibatkan ketidak
puasan karyawan sehingga banyak yang keluar, akan memberikan kesan yang tidak
baik bagi perusahaan.
C.
PRODUK
HUKUM SISTEM OUTSOURCHING DI
INDONESIA
Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam
penggunaan outsourcing, maka dibuat
Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang
Hubungan Kerja, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung
dengan outsourcing. Berikut
beberapa aturan outsourching di
Indonesia:
1.
Pasal 50 – 55, Perjanjian Kerja
2.
Pasal 56 – 59, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT)
Pasal 59
(1)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya
dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
1.
Pekerjaan yang sekali selesai atau yang
sementara sifatnya;
2.
Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3.
Pekerjaan yang bersifat musiman;
4.
Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak
dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat
diperpanjang atau diperbaharui.
(4)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
didasarkan atas jangaka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua)
tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun.
3. Pasal
60 – 63 Pembagian Kerja Waktu Tidak Terbatas
4. Pasal
64 – 66 Outsourching
Pasal 64
Perusahaan
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang
dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan
lai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga
berikut:
a. Dilakukan secara terpisah
dari kegiatan utama;
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak
langsung dari pemberi pekerjaan;
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan; dan
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung
(3)
Perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan yarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh
pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya
sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara
tertulisa antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakan.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian
kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dan ayat (3) tidak terpenuhi,
maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh
dengan perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan
pemberi pekerjaan.
Pasal 66,
Penyediaan jasa pekerja./buruh untuk kegiatan
jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : Adanya hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerj/buruh;
Pasal 1 ayat 15, “Hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”
Pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja
tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja melaksanakan kegiatan pokok atau
kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk
kegiatan jasa penunjang atas kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan
proses produksi.
D.
IMPLEMENTASI
SISTEM OUTSOURCHING DI INDONESIA
Praktek
outsourcing di Indonesia Outsourcing sudah banyak dipraktekan di dunia
bisnis di Indonesia. Sebenarnya ide dan konsep outsourcing sudah dimulai lama
sekali, saat suatu organisasi telah meminta suatu group di luar organisasi
untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan secara internal.
Penggunaan kata “outsourcing” sendiri sudah mulai dipakai sekitar tahun 1970 di
dunia manufacturing. Sejak saat itu outsourcing mulai dikenal dan di
implementasikan secara global.Satu sisi keberadaaan outsourcing akan sangat
membantu pekerjaan perusahaan. Diluar negeri alasan utama melakukan outsourcing
adalah untuk efisiensi biaya (yang artinya sebetulnya internal perusahaan
memiliki kemampuan akan tetapi lebih mahal jika dikerjakan sendiri). Sedangkan
di dalam negeri Alasan utama untuk melakukan outsourcing adalah karena tidak
adanya sumber daya yang mampu mengerjakan. Kondisi ini terjadi banyak pada
sektor IT. dimana beberapa perusahaan yang meng-outsource-kan komputer
desktop-nya, karena trend IT yang terus berubah dan lifecycle product yang
pendek Sektor perbankan misalnya dengan adanya kebijakan di dunia
perbankan untuk menekan aset Bank. Banyak jasa outsourcer bermunculan misalnya,
Industri car rental ; perusahaan tidak perlu dipusingkan oleh urusan transportasi
dan services karena semuanya telah ditangani oleh Car rental yang telah menjadi
bisnis rekanan perusahaan, industri security (keamanan) perusahaan tidak
dipusingkan lagi dengan urusan keamanan dan system,industri penyewaaan
alat-alat kantor dan foto copy dan yang paling fenomenal adalah industri
yang bergerak dibidang IT (teknologi dan informasi) Outsourcing menjadi
dewa penyelamat bagi banyak industri dan perusahan. Mengapa ? Dengan
outsourcing terjadi peningkatan produktifitas dan efficiency perusahaan.
Bagaimana caranya ? dari sisi budgeting (anggaran) perusahaan akan lebih focus
padapengunaan alokasi budget mereka, dari sisi operational perusahaan akan
lebih focus mengerjakan core business mereka saja, dari sisi keuangan (finance)
akan terjadi kemudahaan dan penghematan karena perusahaan tidak perlu lagi
mengeluarkan investasi peralatan yang tidak sesuai dengan core business, biaya
perawatan (maintainance) dan sebagainya, dari sisi SDM (human resources)
perusahaan tidak lagi dipusingkan oleh rekruitmen, pelatihan dan pengembangan,
bahkan dengan mudah mem “PHK” kan buruh. Pendeknya outsourcing sangat
menguntungkan perusahaan. Bagaimana dari sisi karyawan (buruh)?, apakah
buruh juga diuntungkan seperti perusahaan? Dalam kondisi ini ternyata
keuntungan buruh tidak sebanding dengan keuntungan perusahaan. Sehingga
membicarakan outsourcing menjadi fenomena yang menarik dalam dunia
bisnis. Sejak diundangkannya UU No.13/2003, outsourcing pekerja menjadi
menjamur. Hal ini disebabkan pengusaha dalam rangka efisiensi merasa aman jika
buruh yang dioutsource adalah buruhnya perusahaan jasa pekerja. Disisi
yang lain teryata outsourcing mengundang permasalahan baru yakni legal
issue dimana status dari pada karyawan kurang jelas. apakah ia karyawan dari perusahaan
itu atau ia karyawan dari perusahaan outsourcing? dan yang selanjutnya kemana
ia harus mengajukan keberatan atas tindakan yang dilakukan oleh si employer.
Dalam kondisi ini jika ada masalah buruh akan menjadi bulan-bulanan antara si
outsourcing company dan si perusahaan. Mengapa bisa begini
? Ada dua pandangan, pandangan pertama perusahaan merasa tidak
bertangungjawab. Sehingga yang bertanggung jawab terhadap buruh outsource tadi
adalah perusahaan jasa pekerja. Perusahaan-perusahaan ini merasa diback up oleh
pasal 6 ayat 2 a yang menyatakan bahwa antara perusahaan jasa pekerja harus ada
hubungan kerja dengan buruh yang ditempatkan pada perusahaan
pengguna. Pandangan yang kedua pihak buruh yang dioutsource juga merasa
diback up oleh pasal 1 butir 15 yang menyatakan bahwa hubungan kerjanya bukan
dengan perusahaan jasa pekerja melainkan dengan perusahaan pengguna. contohnya
adalah Cleaning Services, Satpam dan Pengemudi. Dalam mekanisme outsourcing ini
pemborong penyedia tenaga kerja memasok tenaga kerja kepada perusahaan pemberi
kerja berdasarkan kontrak penyediaan jasa tenaga kerja. Kemudian Cleaning
Services, Satpam, Pengemudi bekerja di perusahaan tersebut bukan dengan
penyedia jasa tenaga kerja. Yang memberi upah, pekerjaan dan
perintah bukan dengan perusahaan jasa pekerja melainkan perusahaan
pengguna Prof.Dr. Aloysius Uwiyono, SH.,MH menyebutkan kedua pasal ini
juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengusaha dan buruh apalagi
outsourcing pekerja pada saat ini lagi ngetren. Banyak perusahaan memutuskan hubungan
kerjanya dengan buruhnya untuk selanjutnya direkrut kembali melalui perusahaan
jasa pekerja (outsourcing pekerja). Hal ini berarti bahwa melalui pasal 6 ayat
2 a UU No.13/2003 Pemerintah melegalkan bukan sekedar perbudakan modern
melainkan juga termasuk human-trafficking. Suatu pelanggaran hak asasi manusia.
Outsourcing dan kepentingan
ekonomi
Dinegara-negara
berkembang seperti Indonesia dimana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
sedang gencar-gencarnya. Akan terjadi kondisi yang paradox, misalnya fokus
pembangunan adalah untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat termasuk buruh.
Tuntutan pemulihan ekonomi dari krisis multidimensional dan tuntutan
peningkatan kesejahteraan buruh berjalan bersamaan. Difihak lain dengan
alasan menarik investor untuk menanamkan investasinya dan mengatasi
pengangguran, pemerintah akan membuat regulasi yang cenderung untuk
memihak para pelaku bisnis kondisi ini sangat mempengaruhi perkembangan
hukum perburuhan. akhirnya tren hukum perburuhan akan diarahkan keberpihakannya
kepada pelaku bisnis bukan kepada pekerja/buruh semata-mata. Dengan alasan
pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya akan mengarahkan hukum perburuhan untuk
melindungi pemilik modal. Hal ini berarti bahwa buruh dikorbankan demi
pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Kondisi ini akan mempengaruhi
perkembangan hukum perburuhan, sehingga akan terjadi tarik menarik kepentingan
dari kedua belah pihak. Pengusaha akan berusaha untuk tetap mempertahankan
ketentuan yang mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan outsourcing, di
lain pihak buruh akan berusaha agar ketentuan Perjanjian Kerja Waktu tertentu
dan outsourcing dihapuskan. Kasus – kasus ini banyak kita lihat misalnya
polemik penetapan upah minimum propinsi dimana Pengusaha akan berusaha
menekan besarnya upah minimum, di lain pihak pekerja akan berusaha meningkatkan
upah minimum., peraturan tenaga kerja dan sebagainya. Belum lagi persolan lain
akibat outsourcing, misalnya kolusi atau demi mendapatkan komisi, perusahaan
yang ditunjuk melaksanakan outsorce bukan berdasarkan keahlian, kompetensi atau
yang memperhatikan hak-hak pekerja Alternatif Mengatasi Problem
outsorcing Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam melakukan
outsourcing, agar praktek yang terjadi tidak hanya menguntungkan outsourcing
company dan perusahaan dan merugikan buruh. Pertama sebelum menggunakan/
memakai jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing company) harus dilihat track
recordnya, apakah hak-hak normative buruh benar-benar diperhatikan ( dalam banyak
kasus, gaji yang diberikan kepada buruh di potong lagi oleh outsourcing
company, padahal outsourcing company telah mendapatkan komisi jasa dari
perusahaan pengguna), atau tidak melanggar hak-asasi buruh. Kedua bagi
perusahaan pengguna, pendekatan yang dilakukan sebaiknya pendekatan kemanusian
bukan pendekatan undang-undang. Perusahaan harus menunjukkan kepeduliannya atas
buruh outsourcing mereka dengan pelaksanaan program kesejahteraan dan kesehatan
sehingga menciptakan perasaan aman dan ketenangan bagi karyawan di sebuah
perusahaan.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Outsourcing sumberdaya manusia merupakan strategi yang
banyak memberikan manfaat bagi vendor,
disamping beberapa resiko yang harus dihadapi. Kepercayaan merupakan kunci
untuk meraih manfaat tersebut. Profesionalitas pengelolaan usaha diikuti oleh
resiko yang makin berat dan kompleks. Dari perspektif karyawan, manfaat staregi
outsourcing sumberdaya manusia hanya
dirasakan ketika mereka masih baru bekerja, mempercepat memperoleh pekerjaan
dan sebagai arena belajar untuk bekal
mencari pekerjaan yang lebih baik. Ketika akhir satu tahun karyawan bekerja,
mulai terasa resiko yang harus ditanggung, mungkin kontrak tidak dilanjutkan,
mulai berfikir tentang karier dan masa depan
yang tidak jelas, perbedaan dengan karyawan tetap perusahaan tempatnya
bekerja dan berbagai penyimpangan
terhadap ketentuan ketenaga kerjaan yang dilakukan oleh perusahaan vendor.
B.
SARAN
Model outsourcing
sumberdaya manusia yang profesional, menjunjung tinggi etika dan moral
serta berorientasi partnership merupakan solusi yang yang baik dalam
permasalahan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar