Jumat, 08 Juni 2012

OUTSOURCHING


BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI OUTSOURCHING
Istilah  outsourcing  dari kata “out” dan “source” yang berarti sumber dari luar, merupakan pendekatan manajemen yang memberikan kewenangan pada sebuah agen luar (pihak ketiga) untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan. Bisa juga didefinisikan sebagai membeli barang atau jasa yang sebelumnya disediakan secara internal (Swink, 1999; Smith et al, 1996; Lankford and Parsa, 1999; Elmuti and Kathawala, 2000; dalam Franceschini et al., 2003).   Ada dua actor pokok dalam proses  outsourcing, yakni “outsourced” dan “outsourcer”. Yang pertama menunjuk pada perusahaan yang menyerahkan pekerjaan, yang kedua merupakan perusahaan yang menerima pekerjaan (Saunders and Gebelt, 1997 dalam Franceschini  et al., 2003). Sebutan berbeda digunakan oleh Harland et al. (2005) yakni “outsourcer” dan “outsourcee”. “Outsourcer” menunjuk pada perusahaan  yang mempunyai wewenang dalam bisnis tersebut, dan “outsourcee” merupakan perusahaan yang diberi wewenang mengelolanya.
Berikut akan dipaparkan beberapa definisi outsourcing:
1.      Menurut Undang- Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja.
2.      Menurut Pasal 1601 b KUH Perdata, outsoucing disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian dimana pemborong mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.
3.      Menurut Maurice F. Greafer, “Outsourcing is the act of transferring some of company’s recurringinternal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract. Because the activities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter of practice, not only are the activities transferred, but the factor of production and decision right often are, too. Factors of production are yhe resources that make the activities occur and include people, facilities, equipment, technology, and other assets. Decision rights are responbilities for making decision over certain elements of the activities transferred.
4.      Outsourching menurut Shreeveport Management Consultancyadalah, The transfer to a third party of the continous management redponbility for provision of a service governed by service level agreement.
5.      Menurut Eugene Garaventa and Thomas Tellefsen, The College of Island, USA, Outsourcing can be defined as the constracting out of functions, tasks, or services by an organization for the purpose of reducting its process burden, acquiring a specialized technical expertise, or achieving expense reduction.
Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B.
Menurut Komang dan Agus (2008) tipe outsourcing dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Business Process Outsourcing dan Outsourcing Sumber Daya Manusia.
1.      Business Process  Outsourcing  (BPO), jika di Indonesia dikenal dengan pemborongan pekerjaan.  Outsourcing  jenis ini mengacu pada hasil akhir yang dikehendaki. Jika sebuah perusahaan manufaktur ingin mengalihkan penjualan  produknya pada perusahaan lain, maka pembayaran kompensasinya berupa jumlah unit yang terjual.
2.      Outsourcing  Sumber Daya Manusia.  Outsourcing  ini mengacu pada kebutuhan penyediaan dan pengelolaan sumber daya manusia. Untuk contoh di atas, perusahaan manufaktur akan bekerja sama dengan perusahaan outsourcing (vendor) yang memberikan jasa penyediaan dan pengelolaan tenaga penjual.  Kompensasi kepada vendor berupa management fee sesuai kesepakatan.


B.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SISTEM OUTSOURCHING
Banyak alasan dikemukakan dalam mengambil keputusan untuk melakukan strategi   outsourcing. Berbagai manfaat yang diperoleh merupakan hal yang sering ditonjolkan, meskin tentu saja banyak resiko yang harus dihadapi.  Kremic  et al. (2006) telah melakukan studi literatur terhadap isi lebih dari 200 publikasi dan hasilnya tidak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Embleton dan Wright, (1998) seperti berikut:
1.      Penghematan  biaya (cost saving). Bisa terjadi karena  vendor  lebih fokus mengelol aktifitas yang dibutuhkan oleh  outsourced.  Rata-rata perusahaan merealisasikan 9 persen penghematan biaya dan 15 persen peningkatan kapasitas dan kualitas melalui outsourcing (Anonymous, 1996c dalam Embleton dan Wright, 1998).
2.      Penghematan waktu (time saving).  Lebih dari sepertiga (37 persen) perusahaan yang disurvei menyatakan bahwa penghematan waktu merupakan pertimbangan utama.
3.      Biaya tersembunyi (hidden cost). Banyak organisasi mempunyai biaya tersembunyi yang tidak diketahui sampai dilakukannya strategi outsourcing.
4.      Aktifitas inti (core activity).  Jika perusahaan ingin fokus pada aktifitas inti, maka  pengurangan aktifitas yang lain untuk diserahkan kepada pihak luar merupakan pilihan yang harus diambil.
5.      Pemasukan kas (cash infusion). Karena ada aktifitas yang diserahkan pada pihak luar, maka akan ada fasilitas atau aset yang dijual, sehingga memberikan pemasukan uang kas.
6.      Ketersediaan bakat (talent availability).  Outsourcing  menyediakan akses untuk memperoleh sumberdaya yang berbakat yang tidak bisa disediakan perusahaan.
7.      Rekayasa ulang (re-engineering). Bekerjasama dengan  vendor  membuat manajer berkesempatan mengevaluasi proses bisnis mereka.
8.      Budaya korporat (corporate culture). Vendor mungkin mempunyai budaya harmonis yang cocok dengan budaya perusahaan. Meskipun begitu untuk melakukan perubahan perlu diperhatikan timbulnya pergolakan yang mungkin terjadi.
9.      Fleksibilitas yang lebih besar (greater flexibility). Melalui kerjasama dengan  vendor perusahaan lebih leluasa menerima permintaan pelanggan baik waktu maupun jumlah, dan mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki
10.  Akuntabilitas (accountability).   Vendor  komersial dibatasi oleh kontrak untuk menyediakan jasa pada tingkat tertentu yang disepakati, sementara departemen internal tidak selalu bisa dikendalikan pengeluarannya.
11.  Akses terhadap spesialis lebih besar (access to specialist). Keahlian, peralatan, tehnologi dan advis independen dapat diperoleh dari perusahaan outsourcing.
12.  Produktivitas lebih tinggi (greater productivity).  Outsourcing  jelas bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitas karen beban dibagi dengan vendor.
13.  Perbaikan kualitas (quality improvement).  Outsourcing  bisa memperbaiki kualitas karena vendor adalah spesialis di bidangnya.
14.  Jarak geografis (geographical distance). Outsourcing bisa digunakan untuk mengatasi masalah jarak geografis.
Adapun manfaat dari pelaksanaan sistem outsourching ini adalah :
1.      Efektivitas manpower
Unsur kepercayaan (trust) dalam strategi  outsourcing  memang merupakan hal yang
sangat penting (Simmonds and Rebecca, 2008), mengingat terjadinya pengalihan kegiatan dari perusahaan (user) kepada pihak lain (vendor), sementara imej, kepuasan pelanggan, dan kualitas produk harus tetap terjaga. Gainey dan Klaas (2005) mengingatkan bahwa kesepakatan  outsourcing  selain menguntungkan  user  juga memungkinkan terjadinya ketergantungan terhadap  vendor.  Dengan pengalaman dan informasi yang dimilikinya, vendor bisa membangun kekuatan yang mungkin sulit dikendalikan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar percaya bahwa mitra kerjanya tidak akan menghianatinya.  Perusahaan tidak akan mau melimpahkan kegiatan penyediaan dan pengelolaan tenaga kerjanya jika nantinya hanya akan menurunkan imej, membuat lari pelanggan, menurunkan kualitas produk, apalagi sampai mengambil pasar yang selama ini menjadi bagiannya .  Semua perusahaan  outsourcing  yang diteliti mengalamai perkembangan yang menggembirakan. Dalam jangka waktu yang pendek jumlah perusahaan mitra yang dimiliki makin banyak, demikian pula jumlah karyawan yang dikelolanya. Hal ini menunjukkan bahwa bisnis perusahaan outsourcing sumberdaya manusia mempunyai prospek yang bagus.
Dalam pasar persaingan bebas setiap individu berhak untuk masuk dan bersaing di bidang bisnis. Dengan kesempatan yang dimiliki perusahaan  outsourcing  sumberdaya manusia juga harus bersaing untuk merebut posisi terbaik sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan. Dimulai dari rumusan visi perusahaan, penentuan fokus layanan, strategi dalam penyediaan dan pengelolaan sumberdaya manusia  menunjukkan perbedaan posisi dari beberapa perushaan  vendor  yang diteliti.  Intinya, bahwa dari berbagai aspek tersebut  bias dikelompokkan menjadi tiga perusahaan,  yakni:  vendor  yang mempunyai  profesionalitas tinggi, sedang dan rendah.
2.      Tidak perlu mengembangkan SDM untuk pekerjaan yang bukan utama.
Berdasarkan pengalaman menjadi karyawan  outsourcing, meskipun banyak keluhan,
namun mereka masih merasakan manfaat dari strategi tersebut. Dengan system outsourcing ini mereka terbantu untuk cepat memperoleh pekerjaan dalam kondisi yang sulit dewasa ini. Sistem ini merupakan batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan dan memberikan pengalaman yang berharga. Terutama  untuk karyawan  outsourcing  yang  mempunyai masa kerja lebih lama (lebih dari satu tahun) merasa tidak mempunyai beban yang berat untuk mengembalikan sejumlah uang bila keluar dari pekerjaan ketika memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Memang dalam klausul kontrak menunjuk kewajiban pembayaran sejumlah uang bila dalam waktu kontrak keluar dari pekerjaan, namun dalam praktek tidak pernah dipermasalahkan. Bahkan ada yang merasa bahwa system  outsourcing sebenarnya bisa memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik karena mereka mengharapkan untuk menjadi karyawan tetap dengan bekerja sebaik-baiknya.
3.      Mengembangkan anak perusahaan
4.      Dealing with unpredicted business condition.
Di antara banyak kelebihan tersebut, ada juga beberapa kekurangan dari sistem outsourching ini yaitu Penggunaan outsourcing seringkali digunakan sebagai strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada core business-nya. Namun, pada prakteknya outsourcing didorong oleh keinginan perusahaan untuk menekan cost hingga serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan berlipat ganda walaupun seringkali melanggar etika bisnis.
Selanjutnya Embleton dan Wright, (1998) maupun Kremic  et al. (2006) juga menunjukkan beberapa resiko yang dihadapi bila menggunakan strategi outsourcing, yakni:
1.      Harapan penghematan biaya yang sering tidak terwujud. “Dari seluruh klien, 50 persen menyatakan break-even, dan dalam beberapa kasus lebih mahal” (Anonymous, 1996e dalam Embleton dan Wright, 1998).
2.      Perusahaan harus lebih hati-hati karena telah menyerahkan aktifitas pengendalian proses kepada vendor.
3.      Sekali aktifitas dipercayakan kepada pihak luar, sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk kembali dipegang perusahaan.
4.      Kontrak awal mungkin sangat kompetitif, namun dengan berjalannya waktu jika  ketergantungan kepada vendor menjadi besar bisa menelan biaya yang lebih mahal.
5.      Kemungkinan bisa merusak moral karyawan yang dimiliki. Aspek kemanusiaan ini sering diabaikan dalam  outsourcing. Sementara untuk karyawan yang berbakat dan dibutuhkan pasar kerja akan mudah mencari tempat lain dan keluar dari perusahaan.
6.      Waktu yang dibutuhkan untuk mengelola kontrak kemungkinan bisa lebih mahal.
7.      Kualitas barang dan jasa harus selalu dimonitor karena insentif kontraktor untuk menghemat biaya.
8.      Vendor  kemungkinan mempunyai klien yang banyak, sehingga tidak dapat memberikan prioritas kepada setiap klien.
9.      Banyak  vendor  membutuhkan kontrak yang lama untuk menjamin penghasilan mereka. Oleh karena itu harus ada negosiasi untuk mengantisipasi perubahan pasar dan biaya. Dalam hal ini fleksibilitas membutuhkan biaya yang tinggi.
10.  Perubahan tehnologi yang cepat jika tidak bisa diakses oleh vendor akan berdampak pada perusahaan.
11.  Menyerahkan aktifitas strategis kepada pihak lain dalam jangka panjang akan merugikan karena perusahaan kehilangan peluang pengembangan dari aktivitas tersebut.
12.  Jika karena  outsourcing mengakibatkan ketidak puasan karyawan sehingga banyak yang keluar, akan memberikan kesan yang tidak baik bagi perusahaan. 

C.    PRODUK HUKUM SISTEM OUTSOURCHING DI INDONESIA
Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan outsourcing, maka dibuat Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang Hubungan Kerja, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan outsourcing. Berikut beberapa aturan outsourching di Indonesia:
1.      Pasal 50 – 55, Perjanjian Kerja
2.      Pasal 56 – 59, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Pasal 59
(1)    Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
1.      Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
2.      Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3.      Pekerjaan yang bersifat musiman;
4.      Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2)    Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3)    Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
(4)    Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangaka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali  untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
3.      Pasal 60 – 63 Pembagian Kerja Waktu Tidak Terbatas
4.      Pasal 64 – 66 Outsourching
Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65
(1)   Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
(2)   Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut:
a.       Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b.      Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c.        Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d.      Tidak menghambat proses produksi secara langsung
(3)   Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4)   Perlindungan kerja dan yarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)   Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(6)   Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulisa antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakan.
(7)   Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 66,
Penyediaan jasa pekerja./buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerj/buruh;
Pasal 1 ayat 15, “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”
Pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atas kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
D.    IMPLEMENTASI SISTEM OUTSOURCHING DI INDONESIA
Praktek outsourcing di Indonesia Outsourcing sudah banyak dipraktekan di dunia bisnis di Indonesia. Sebenarnya ide dan konsep outsourcing sudah dimulai lama sekali, saat suatu organisasi telah meminta suatu group di luar organisasi untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan secara internal. Penggunaan kata “outsourcing” sendiri sudah mulai dipakai sekitar tahun 1970 di dunia manufacturing. Sejak saat itu outsourcing mulai dikenal dan di implementasikan secara global.Satu sisi keberadaaan outsourcing akan sangat membantu pekerjaan perusahaan. Diluar negeri alasan utama melakukan outsourcing adalah untuk efisiensi biaya (yang artinya sebetulnya internal perusahaan memiliki kemampuan akan tetapi lebih mahal jika dikerjakan sendiri). Sedangkan di dalam negeri Alasan utama untuk melakukan outsourcing adalah karena tidak adanya sumber daya yang mampu mengerjakan. Kondisi ini terjadi banyak pada sektor IT. dimana beberapa perusahaan yang meng-outsource-kan komputer desktop-nya, karena trend IT yang terus berubah dan lifecycle product yang pendek Sektor perbankan misalnya dengan adanya kebijakan di dunia perbankan untuk menekan aset Bank. Banyak jasa outsourcer bermunculan misalnya, Industri car rental ; perusahaan tidak perlu dipusingkan oleh urusan transportasi dan services karena semuanya telah ditangani oleh Car rental yang telah menjadi bisnis rekanan perusahaan, industri security (keamanan) perusahaan tidak dipusingkan lagi dengan urusan keamanan dan system,industri penyewaaan alat-alat kantor dan foto copy dan yang paling fenomenal adalah industri yang bergerak dibidang IT (teknologi dan informasi) Outsourcing menjadi dewa penyelamat bagi banyak industri dan perusahan. Mengapa ? Dengan outsourcing terjadi peningkatan produktifitas dan efficiency perusahaan. Bagaimana caranya ? dari sisi budgeting (anggaran) perusahaan akan lebih focus padapengunaan alokasi budget mereka, dari sisi operational perusahaan akan lebih focus mengerjakan core business mereka saja, dari sisi keuangan (finance) akan terjadi kemudahaan dan penghematan karena perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan investasi peralatan yang tidak sesuai dengan core business, biaya perawatan (maintainance) dan sebagainya, dari sisi SDM (human resources) perusahaan tidak lagi dipusingkan oleh rekruitmen, pelatihan dan pengembangan, bahkan dengan mudah mem “PHK” kan buruh. Pendeknya outsourcing sangat menguntungkan perusahaan. Bagaimana dari sisi karyawan (buruh)?, apakah buruh juga diuntungkan seperti perusahaan? Dalam kondisi ini ternyata keuntungan buruh tidak sebanding dengan keuntungan perusahaan. Sehingga membicarakan outsourcing menjadi fenomena yang menarik dalam dunia bisnis. Sejak diundangkannya UU No.13/2003, outsourcing pekerja menjadi menjamur. Hal ini disebabkan pengusaha dalam rangka efisiensi merasa aman jika buruh yang dioutsource adalah buruhnya perusahaan jasa pekerja. Disisi yang lain teryata outsourcing mengundang permasalahan baru yakni legal issue dimana status dari pada karyawan kurang jelas. apakah ia karyawan dari perusahaan itu atau ia karyawan dari perusahaan outsourcing? dan yang selanjutnya kemana ia harus mengajukan keberatan atas tindakan yang dilakukan oleh si employer. Dalam kondisi ini jika ada masalah buruh akan menjadi bulan-bulanan antara si outsourcing company dan si perusahaan. Mengapa bisa begini ? Ada dua pandangan, pandangan pertama perusahaan merasa tidak bertangungjawab. Sehingga yang bertanggung jawab terhadap buruh outsource tadi adalah perusahaan jasa pekerja. Perusahaan-perusahaan ini merasa diback up oleh pasal 6 ayat 2 a yang menyatakan bahwa antara perusahaan jasa pekerja harus ada hubungan kerja dengan buruh yang ditempatkan pada perusahaan pengguna. Pandangan yang kedua pihak buruh yang dioutsource juga merasa diback up oleh pasal 1 butir 15 yang menyatakan bahwa hubungan kerjanya bukan dengan perusahaan jasa pekerja melainkan dengan perusahaan pengguna. contohnya adalah Cleaning Services, Satpam dan Pengemudi. Dalam mekanisme outsourcing ini pemborong penyedia tenaga kerja memasok tenaga kerja kepada perusahaan pemberi kerja berdasarkan kontrak penyediaan jasa tenaga kerja. Kemudian Cleaning Services, Satpam, Pengemudi bekerja di perusahaan tersebut bukan dengan penyedia jasa tenaga kerja. Yang memberi upah, pekerjaan dan perintah bukan dengan perusahaan jasa pekerja melainkan perusahaan pengguna Prof.Dr. Aloysius Uwiyono, SH.,MH menyebutkan kedua pasal ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengusaha dan buruh apalagi outsourcing pekerja pada saat ini lagi ngetren. Banyak perusahaan memutuskan hubungan kerjanya dengan buruhnya untuk selanjutnya direkrut kembali melalui perusahaan jasa pekerja (outsourcing pekerja). Hal ini berarti bahwa melalui pasal 6 ayat 2 a UU No.13/2003 Pemerintah melegalkan bukan sekedar perbudakan modern melainkan juga termasuk human-trafficking. Suatu pelanggaran hak asasi manusia.
Outsourcing dan kepentingan ekonomi
Dinegara-negara berkembang seperti Indonesia dimana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sedang gencar-gencarnya. Akan terjadi kondisi yang paradox, misalnya fokus pembangunan adalah untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat termasuk buruh. Tuntutan pemulihan ekonomi dari krisis multidimensional dan tuntutan peningkatan kesejahteraan buruh berjalan bersamaan. Difihak lain dengan alasan menarik investor untuk menanamkan investasinya dan mengatasi pengangguran, pemerintah akan membuat regulasi yang cenderung untuk memihak para pelaku bisnis kondisi ini sangat mempengaruhi perkembangan hukum perburuhan. akhirnya tren hukum perburuhan akan diarahkan keberpihakannya kepada pelaku bisnis bukan kepada pekerja/buruh semata-mata. Dengan alasan pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya akan mengarahkan hukum perburuhan untuk melindungi pemilik modal. Hal ini berarti bahwa buruh dikorbankan demi pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Kondisi ini akan mempengaruhi perkembangan hukum perburuhan, sehingga akan terjadi tarik menarik kepentingan dari kedua belah pihak. Pengusaha akan berusaha untuk tetap mempertahankan ketentuan yang mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan outsourcing, di lain pihak buruh akan berusaha agar ketentuan Perjanjian Kerja Waktu tertentu dan outsourcing dihapuskan. Kasus – kasus ini banyak kita lihat misalnya polemik penetapan upah minimum propinsi dimana Pengusaha akan berusaha menekan besarnya upah minimum, di lain pihak pekerja akan berusaha meningkatkan upah minimum., peraturan tenaga kerja dan sebagainya. Belum lagi persolan lain akibat outsourcing, misalnya kolusi atau demi mendapatkan komisi, perusahaan yang ditunjuk melaksanakan outsorce bukan berdasarkan keahlian, kompetensi atau yang memperhatikan hak-hak pekerja Alternatif Mengatasi Problem outsorcing Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam melakukan outsourcing, agar praktek yang terjadi tidak hanya menguntungkan outsourcing company dan perusahaan dan merugikan buruh. Pertama sebelum menggunakan/ memakai jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing company) harus dilihat track recordnya, apakah hak-hak normative  buruh benar-benar diperhatikan ( dalam banyak kasus, gaji yang diberikan kepada buruh di potong lagi oleh outsourcing company, padahal outsourcing company telah mendapatkan komisi jasa dari perusahaan pengguna), atau tidak melanggar hak-asasi buruh. Kedua bagi perusahaan pengguna, pendekatan yang dilakukan sebaiknya pendekatan kemanusian bukan pendekatan undang-undang. Perusahaan harus menunjukkan kepeduliannya atas buruh outsourcing mereka dengan pelaksanaan program kesejahteraan dan kesehatan sehingga menciptakan perasaan aman dan ketenangan bagi karyawan di sebuah perusahaan.


















BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Outsourcing  sumberdaya manusia merupakan strategi yang banyak memberikan manfaat bagi  vendor, disamping beberapa resiko yang harus dihadapi. Kepercayaan merupakan kunci untuk meraih manfaat tersebut. Profesionalitas pengelolaan usaha diikuti oleh resiko yang makin berat dan kompleks. Dari perspektif karyawan, manfaat staregi outsourcing  sumberdaya manusia hanya dirasakan ketika mereka masih baru bekerja, mempercepat memperoleh pekerjaan dan sebagai  arena belajar untuk bekal mencari pekerjaan yang lebih baik. Ketika akhir satu tahun karyawan bekerja, mulai terasa resiko yang harus ditanggung, mungkin kontrak tidak dilanjutkan, mulai berfikir tentang karier dan masa depan  yang tidak jelas, perbedaan dengan karyawan tetap perusahaan tempatnya bekerja  dan berbagai penyimpangan terhadap ketentuan ketenaga kerjaan yang dilakukan oleh perusahaan  vendor.
B.     SARAN
Model  outsourcing  sumberdaya manusia yang profesional, menjunjung tinggi etika dan moral serta berorientasi partnership merupakan solusi yang yang baik dalam permasalahan ini.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar