BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI WANITA
Wanita adalah sebutan yang digunakan untuk spesies
manusia berjenis kelamin perempuan, lawan jenis dari wanita adalah pria.
Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan
dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa
dipanggil dengan sebutan ibu.
Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun
disebut juga dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang
baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui.
2.2 HOMELESS ( TUNAWISMA )
2.2.1
DEFINISI HOMELESS
( TUNAWISMA )
Homeless atau Tunawisma adalah kondisi orang dan kategori sosial
dari orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal biasanya karena
mereka tidak mampu membayar atau sebaliknya, tidak mampu menjaga, teratur, aman
dan perumahan yang layak atau mereka kekurangan. "tetap, teratur, dan
cukup malam tinggal" definisi hukum yang sebenarnya berbeda dari satu
negara ke negara lain, atau di antara berbagai entitas atau lembaga-lembaga di
negara atau wilayah yang sama.
Beberapa ahli menuturkan definisi homeless
menurut pendapat mereka, di antaranya:
a.
Menurut Humaidi, 2003 , homeless atau gelandangan berasal dari
kata gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana).
b.
Menurut Anon, 1980, gelandangan adalah
orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang
layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang lain.
Istilah tunawisma bisa juga termasuk orang-orang yang tinggal
di malam hari utama berada dalam tempat
penampungan tunawisma, dalam sebuah institusi yang menyediakan
tempat tinggal sementara bagi individu dimaksudkan untuk dilembagakan, atau di
tempat umum atau pribadi tidak dirancang untuk digunakan sebagai akomodasi
tidur biasa untuk manusia makhluk.
Homeless (tuna wisma/gelandaan) adalah orang yang hidup dalam
keadaan tidak sesuai dengan norma dimasyarakat setempat, serta tidak mempunyai
tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum.
berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum,
pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum
lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagai pembatas
wilayah dan milik pribadi, tunawisma sering menggunakan lembaran kardus,
lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar
swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat
tunawisma berada.Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali hidup
dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung.
Jadi, homeless atau
tunawisma dapat diartikan sebagai orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai
dengan norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang
tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum. Sedangkan wanita homeless atau wanita tunawisma dapat diartikan sebagai spesies
manusia berjenis kelamin perempuan, yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan
norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap
diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum.
2.2.2 PENYEBAB HOMELESS
Ada
beberapa faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang homeless atau tunawisma, yaitu:
a. Kemiskinan
Hal ini merupakan faktor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka
tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat tinggal di
tempat umum. Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak
mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada
anak-anak mereka. Mereka tidak mampu membiayai anak-anaknya sekolah sehingga
anak-anak mereka juga ikut jadi gelandangan.
b. Bencana Alam
Bencana alam akhir-akhir ini banyak menimpa negara kita. Banyak
yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Sehingga mereka memilih
untuk tinggal di tempat- tempat umum seperti kolong jembatan karena mereka tak
lagi mampu memenuhi kebutuhan yang semakin lama membutuhkan biaya yang banyak.
c. Yatim Piatu
Anak yang tidak mempunyai orangtua, saudara tidak mempunyai tempat
tinggal sehingga mereka mencari tempat berteduh di tempat-tempat umum.
d. Kurang Kasih Sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang
kasih sayang orang tuanya, maka ia turun ke jalan untuk mencari komunitas yang
mau menerima dia apa adanya.
e. Tinggal di Daerah
Konflik
Penduduk yang tinggal di daerah konflik, dimana mereka merasa
keamanannya kurang terjaga mengakibatkan mereka pindah ke daerah lain yang
mereka anggap lebih aman, apalagi kalau rumah mereka hancur karena perang.
Banyak tindak kekerasan di wilayah konflik, termasuk pelecehan seksual,
perkosaan, pembunuhan sehingga mereka memaksa meninggalkan daerahnya.
Adapun faktor yang melatarbelakangi seorang wanita hidup sebagai
gelandangan di kota besar dari pada mereka hidup di daerah asal :
a)
Natural assets: seperti
tanah dan air, sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang
memadai untuk mata pencahariannya sehingga mereka berbondong-bondong
berurbanisasi ke kota besar guna mencoba peruntungan, yang akhirnya mereka
terjebak dalam situasi yang tak kunjung usai.
b)
Human assets: kualitas
sumber daya manusia yang masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan
(tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan
penguasaan teknologi), dimana seorang wanita di desa di diskriminasikan dengan
seorang laki-laki/ seorang wanita tidak boleh sekolah tinggi karena akhirnya
mereka akan turun ke dapur.
c)
Physical assets: minimnya
akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan komunikasi yang
membuat para wanita tersebut semakin tertinggal dan bahkan tidak tahu apapun
mengenai dunia luar dari daerah asal mereka. Sehingga mereka selalu berpikiran
positif akan ada perubahan hidup yang lebih baik jika mereka pergi ke kota, padahal
malah sebaliknya.
d) Financial assets: Minimnya dana yang dimiliki sebagai modal usaha
di kota menjadikan mereka hanya mengandalkan apa yang dimilikinya. Bila yang
dimiliki seorang wanita hanya tenaga, mereka akan menggunakan tenaga mereka
untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tentu saja tidaklah cukup. Sehingga tak
jarang seorang wanita gelandangan menjajakan diri atau berprofesi sebagai PSK.
Untuk yang level paling rendahnya, mereka memilih untuk menjadi seorang
pengemis atau pengamen.
e)
Social assets: berupa
jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining
position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik. Tentu saja seorang
wanita desa tidaklah tahu menahu akan hal ini. Mereka hanya tahu mengenai
bagaimana cara agar hari ini mereka bisa makan.
2.2.3 CIRI- CIRI HOMELESS
Adapun secara spesifik
ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut:
a)
Para tunawisma tidak
mempunyai pekerjaan
b)
Kondisi fisik para tunawisma
yang dapat dibilang tidak sehat karena kondisi lingkungan yang memprihatinkan.
c)
Para Tunawisma biasanya
mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan
hidupnya.
d) Para Tunawisma hidup bebas
tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya
2.2.4 PEMBAGIAN HOMELESS
Tunawisma sendiri
dibagi menjadi 3, yaitu :
a.
Tunawisma biasa, yaitu
mereka mempunyai pekerjaan namun tidak mempunyai tempat tinggal tetap.
b.
Tunakarya, yaitu mereka yang
tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap.
c.
Tunakarya cacat, yaitu
mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai tempat tinggal, juga
mempunyai kekurangan jasmani dan rohani.
2.2.5 Tempat Perlindungan Homeless
a.
Luar
Di tanah atau dalam kantong
tidur, tenda, atau improvisasi tempat perlindungan, seperti besar kotak kardus, tempat sampah di taman atau tanah kosong.
Improvisasi tempat perkemahan dari tempat penampungan dan gubuk-gubuk, biasanya di dekat rel meter, interstates dan transportasi tinggi vena.
c.
Bangunan terlantar
Tunawisma dapat berlindung di bangunan terlantar ataupun bangunan yang
sedang memiliki masalah di bidang hukum, seperti:
1)
Berjongkok di rumah yang tak berpenghuni di mana seorang tunawisma bisa hidup tanpa
pembayaran dan tanpa pengetahuan pemilik atau izin.
2)
Kendaraan
Mobil atau truk yang digunakan sebagai sementara atau kadang-kadang hidup
jangka panjang perlindungan, misalnya oleh orang-orang baru-baru ini diusir
dari rumah. Beberapa orang tinggal di van, sport
utility kendaraan, tertutup truk pick-up, station wagon, sedan, atau hatchbacks.
d.
Tempat-tempat umum
Taman, bis atau stasiun
kereta api, bandara, transportasi
umum kendaraan (dengan terus-menerus mengendarai melewati tempat terbatas
tersedia), rumah sakit atau menunggu lobi-lobi daerah, kampus-kampus, dan 24-jam bisnis seperti toko kopi. Banyak tempat-tempat umum menggunakan penjaga keamanan atau polisi untuk
mencegah orang dari berkeliaran atau tidur di lokasi tersebut karena berbagai
alasan, termasuk gambar, keselamatan, dan kenyamanan.
Seperti cuaca dingin darurat penampungan dibuka oleh gereja-gereja atau lembaga masyarakat, yang dapat terdiri dari dipan di sebuah gudang
air panas, atau sementara Shelter
Natal.
f.
Kos murah
Di mana sebuah tempat tidur sebagai lawan dari seluruh kamar bisa disewa
murah di asrama-seperti lingkungan.
h.
Motel murah
Motel juga menawarkan harga yang murah,
berkualitas rendah penginapan sementara. Namun, beberapa perumahan yang sanggup
tinggal di sebuah motel oleh pilihan.
i.
Teman atau keluarga
Sementara tidur di rumah-rumah teman atau anggota keluarga
(sofa surfing) Sofa surfer mungkin lebih sulit untuk mengenali dari jalan
orang-orang gelandangan.
j.
Terowongan bawah tanah
Terowongan bawah tanah seperti
ditinggalkan kereta bawah tanah, pemeliharaan, atau terowongan kereta api yang
populer di kalangan tunawisma permanen. Para penghuni tempat perlindungan
semacam itu disebut di beberapa tempat. Gua-gua alam memungkinkan pusat-pusat
perkotaan di bawah untuk tempat-tempat berkumpul para tunawisma bisa. Pipa air
yang bocor, kabel listrik, dan pipa uap memungkinkan untuk beberapa hal yang
penting hidup.
2.2.6 Dampak
Homeless
Masalah gelandangan atau homeless merupakan masalah yang
kompleks karena berkaitan satu dengan lainnya dengan beberapa aspek kehidupan.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk menanggulanginya; misalnya menimbulkan
motivasi melalui persuasi dan edukasi serta pembinaan seperti kegiatan di relokasi,
agar mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan
dan berusaha menamatkan riwayat hidup bergelandang.
Masalah kemiskinan di Indonesia berdampak
negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi dari daerah pedesaan ke kota–kota
besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk dan daerah–daerah kumuh yang menjadi
pemukiman para urban tersebut.
Karena sulit dan terbatasnya pekerjaan
yang tersedia serta terbatasnya pengetahuan, keterampilan dan pendidikan,
menyebabkan mereka banyak mencari nafkah untuk mempertahankan hidup dengan
terpaksa menjadi gelandangan dan pengemis.
Masalah dasar tunawisma adalah kebutuhan manusia untuk perlindungan pribadi, kehangatan
dan keamanan, yang dapat benar-benar penting. Kesulitan dasar lainnya meliputi:
a)
keamanan pribadi, tenang, dan privasi,
terutama untuk tidur
b)
penyimpanan selimut, pakaian dan harta
benda, yang mungkin harus dilakukan setiap saat.
c)
kebersihan dan fasilitas cukup.
d)
pembersihan dan pengeringan pakaian.
e)
mendapatkan, menyiapkan dan menyimpan
makanan dalam jumlah kecil.
f)
menjaga kontak, tanpa lokasi permanen atau
alamat.
g)
permusuhan dan kekuatan hukum terhadap
pergelandangan perkotaan.
Banyak yang menjadi korban homeless, khususnya anak-anak dan wanita.
Pengaruh homeless pada anak-anak dan wanita sangat beresiko tinggi dan banyak
dampak negatifnya bagi tumbuh kembang dan kesehatan reproduksi. Pengaruh yang
sangat terlihat adalah pada mentalnya. Tetapi tunawisma perempuan jarang
terlihat karena mereka sering menemukan perlindungan dengan saudara, teman,
atau tunawisma lainnya yang perempuan. Sebagian besar perempuan tunawisma di
jalan-jalan itu karena perceraian atau melarikan diri dari kekerasan dalam rumah tangga. Pengabaian juga merupakan kontributor kunci pada wanita tunawisma.
Perempuan mungkin pada peningkatan risiko
tunawisma atau dipaksa untuk hidup dengan mantan atau pelaku saat ini untuk
mencegah tunawisma. Pria juga menemukan diri mereka tunawisma sekunder
perceraian dan ketika dilecehkan oleh perempuan pada tingkat yang lebih tinggi
daripada yang perempuan lakukan. Pria juga lebih cenderung menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga daripada wanita.
Persoalan dalam lingkup masyarakat yang berhubungan dengan homeless dalam
berbagai pendapat :
a)
Di berbagai
kota besar di seantero negeri ini, para tunawisma
memadati lampu merah, emperan toko, dan kawasan-kawasan tertentu, sehingga
menjadi fenomena tersendiri di dalam kehidupan social perkotaan di Indonesia.
b)
Menurut Mike Davis, seorang komentator sosial berkebangsaan Amerika, persoalan pengangguran
bersifat inheren di dalam masyarakat kapitalis. Karena motivasi seorang
kapitalis adalah mencari keuntungan, maka dia akan terus menerus berupaya
memperluas industri. menurutnya, peningkatan pengangguran dihasilkan oleh
perkembangan industri manufaktur, terutama penggunaan teknologi atau teknik
produksi yang lebih modern dan menghemat tenaga kerja.
c)
Menurut
Davis, terjadi peningkatan besar dari produksi pertanian akibat
penggunaan teknologi modern dalam pertanian. Situasi ini mendorong semakin
banyak orang kehilangan pekerjaan, sehingga memilih pindah ke kota dan berusaha
mencari pekerjaan. Hanya saja, menurut davis, ada perbedaan antara pemicu
pengangguran di Negara industri maju dengan Negara berkembang.
d)
Di Negara kapitalis maju, pengangguran dipicu oleh pengurangan jam kerja dan jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan, akibat penerapan mekanisasi dan teknologi modern di sektor
industri. Sementara di negera berkembang, pemicu utama pengangguran adalah
gejala de-industrialisasi akibat proyek neoliberal.
2.2.7 KESEHATAN
REPRODUKSI DAN HOMELESS PADA WANITA
Terkadang seorang wanita yang menjadi korban homeless memilki bahaya
tersendiri bagi kesehatan reproduksinya. Mereka terancam oleh dunia kejahatan,
yang biasanya akan terjerumus oleh sindikat penjualan perempuan yang akhirnya
menjadi seorang PSK(Pekerja Seks Komersial). Bagi remaja yang belum cukup umur
dan kurang pengetahuan, mereka akan mudah terjerat oleh sindikat ini yang
kemudian akan berpengaruh terhadap segala aspek reproduksinya yang seharusnya
belum menjadi tanggungan atau waktunya.
Banyak wanita homeless sering menjadi korban dikarenakan kurangnya
pengetahuan dan ketidakmengertian mereka pada dampak-dampak yang akan mereka
alami. Keadaan seperti itu seharusnya ditanggulangi sejak dini. Jika tidak,
maka akan semakin banyak wanita yang akan mengalami kerusakan pada organ
reproduksi, seperti PMS (Penyakit Menular Seksual) dan Kanker Mulut Rahim
(Serviks).
Indikator-indikator
permasalahan kesehatan reproduksi wanita di jalanan atau para tunawisma antara
lain:
a.
Gender, adalah peran masing-masing pria
dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender
sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran
jender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita
juga berbeda-beda.
b.
Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
1)
Makanan yang tidak cukup atau makanan
yang kurang gizi.
2)
Persediaan air yang kurang, sanitasi
yang jelek dan perumahan yang tidak layak.
3)
Tidak mendapatkan pelayanan yang
baik.
c. Pendidikan
yang rendah.
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua
tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya
biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai
pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan
saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan
biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah
kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai
seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam
mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
d. Kawin
muda
Di negara berkembang termasuk
Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia
18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di
usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua
cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan diserahkan
anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti wanita muda hamil mempunyai
resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat kematian dua
kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain,
mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam
ekonomi dan pengambilan keputusan.
Sedangkan . masalah yang timbul
dengan semakin banyaknya wanita tunawisma antara lain :
a) Pelecehan
seksual.
b) Tindak
kekerasan.
c) Pemerkosaan.
d) Paksaan
untuk masuk dunia pelacuran.
e) Wanita
yang diperjual belikan.
f) Perbudakan.
g) Komplikasi
berbagai penyakit.
2.2.8 PERILAKU SEKSUAL WANITA HOMELESS
Pola perilaku anak perempuan atau wanita yang
terjadi di kehidupan jalanan yang dimulai dari usia sekolah hingga dewasa
hampir sama,seakan-akan yang mereka lakukan adalah hal amat biasa tentunya
diikalangan mereka. Berikut contohnya :
a. Seks
bebas
Dari perilaku seksual usia dini Anak jalanan
perempuan, yang mulai seks bebas yaitu anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14
tahun dan ada yang melakukan dengan saudaranya sendiri. Hal ini menyebabkan
anak jalanan rentan terhadap penyakit kelamin misalnya HIV atau AIDS.
b.
Penggunaan Drugs
Anak
jalanan perempuan rela melakukan hal apapun ( merampas, mencuri, membeli,
hubungan seks) yang penting bisa mendapatkan uang untuk membeli minuman keras,
pil dan zat aditif lainnya. Mereka menggunakan itu karena ingin menumbuhkan
keberanian saat melakukan kegiatan di jalanan.
c.
Tindak kriminal
Kegiatan-kegiatan
yang bisa dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang diketahui pernah
dilakukan anak jalanan perempuan yaitu memeras, mencuri, mencopet dan
pengedaran pil. Tindak kriminal terhadap anak jalanan ini juga dilakukan oleh
petugas keamanan seperti Polisi, Satpol PP, TNI, Kantor Informasi dan
Komunikasi Pemerintah, DLLAJ. Bagian sosial Pemerintah pada saat melakukan
operasi razia ketertiban terhadap anak jalanan, gelandangan, anak yang
dilacurkan dan pekerja seks komersial dengan perlakuan tidak manusiawi dan
sadis.
d.
Eksploitasi Seksual.
Keberadaan
anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan sangat rentan terhadap
eksploitasi khususnya eksploitasi seksual seperti pelecehan, penganiyaan secara
seksual, pemerkosaan, penjerumusan anak dalam prostitusi dan adanya indikasi
perdagangan anak keluar daerah khususnya Riau dan Batam.
e.
Drop out dari sekolah.
Anak-anak
jalanan yang dulu pernah sekolah ini banyak mengalami kekerasan di sekolah
seperti perlakuan salah baik yang dilakukan oleh teman maupun guru mereka.
Tentu
saja hal yang tertera diatas adalah kenyataan pahit yang dialami seorang
perempuan di dunia jalanan yang terbilang amat kejam. Karena tindakan diatas,
tak hanya kesehatan reproduksi mereka yang mengalami gangguan, melainkan kesehatan
mental mereka. Apalagi bila seorang mengalami pelecehan seksual. Trauma yang
dibawa akibat kejadian pelecehan seksual itu akan terbawa sampai dewasa
nantinya, yang tentunya akan sangat mengganggu perkembangan dari gadis tersebut.
Meski begitu adapun upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya
peningkatan korban homeless yaitu:
a)
Memberikan pendidikan kesehatan
b)
Memberikan penyuluhan tentang proses
kehidupan dikota tidak senyaman yang mereka pikirkan.
c)
Membantu menyalurkan keterampilan yang
mereka miliki sehingga mereka bisa mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk
dapat menghasilkan uang.
d)
Memberikan saran kepada homeless agar mau
bergabung dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk melindungi hak-hak
kehidupannya.
2.2.9 PENANGANAN PADA TUNAWISMA
Permasalahan tunawisma sampai saat ini
merupakan masalah yang tidak habis-habis, karena berkaitan satu sama lain
dengan aspe-aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya
berupaya untuk menanggulanginya. Dengan berupaya menemukan motivasi melalui
persuasi dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada
pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan dan berusaha untuk hidup lebih baik.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya
Pemerintah Daerah (Pemda) selama ini cenderung kurang menyentuh stakeholdernya,
atau pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam peraturan. Mekanisme
yang saat ini sedang dijalankan adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para
tunawisma (gelandangan). Namun sekali lagi, efektifitasnya dirasa kurang karena
Panti Sosial ini sebenarnya belum menyentuh permasalahan yang sebenarnya dari
para tunawisma , yaitu keengganan untuk kembali ke kampung halaman. Sehingga
yang terjadi di dalam praktek pembinaan sosial ini adalah para tunawisma yang
keluar masuk panti sosial.
Adapun dalam sebuah penelitian cara penanggulangan
terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a) Tahap
persiapan
Karena
tunawisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial
bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama
dikumpulkan dalam suatu tempat, seperti asrama atau panti sosial. Tujuan dalam
tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan
para Tunawisma.
b) Tahap
Penyesuaian diri
Setelah
para tunawisma dikumpulkan , kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri
pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus. Agar nantinya
mereka lebih disiplin dan teratur.
c) Tahapan
pendidikan yang berkelenjutan
Setelah
beberap para tunawisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai
potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang
lebih layak.
Selain
itu, dibawah ini terdapat solusi dalam menangani Tunawisma yaitu:
a. Tugas
pemerintah untuk menangani masalah perkotaan pada umumnya dan tunawisma pada
khususnya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak di kota-kota
kecil. Sehingga mereka tak perlu hidup susah menjadi seorang gelandangan di
kota besar.
b. Rencana
pembangunan pemerintah seharusnya mengedepankan pembangunan secara merata
sehingga tidak timbul “gunung dan lembah” di negara, pembangunan hendaknya
dilakukan dengan pola “dari desa ke kota” dan bukan sebaliknya. Sehingga,
masing-masing putra daerah akan membangun daerahnya sendiri dan mensejahterakan
hidupnya.
c. Melakukan
Pembinaan kepada para Tunawisma dapat dilakukan melalui panti dan non panti,
tetapi pembina harus mengetahui asal usul daerahnya serta identifikasi penyebab
yang mengakibatkan mereka menjadi penyandang masalah sosial itu.
d. Kalau
para Tunawisma disebabkan faktor ekonomi atau pendapatan yang kurang memadai,
mereka bisa diberi bekal berupa pelatihan sesuai potensi yang ada padanya, di
samping bantuan modal usaha.
e. Mengembalikan
para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.
f. Pemerintah
atau masyarakat mengadakan Program Pendidikan non formal bagi para tunawisma,
sehingga dengan cara ini Para Tunawisma mendapatkan pengetahuan.
Dengan mekanisme yang lebih menyentuh permasalahan dasar para Tunawisma tersebut diharapkan masalah tunawisma di kota besar dapat teratasi tanpa menciderai hak-hak individu mereka dan malah dapat membawa para gelandangan kepada kehidupan yang lebih baik.
Dengan mekanisme yang lebih menyentuh permasalahan dasar para Tunawisma tersebut diharapkan masalah tunawisma di kota besar dapat teratasi tanpa menciderai hak-hak individu mereka dan malah dapat membawa para gelandangan kepada kehidupan yang lebih baik.
Namun, mekanisme
di atas merupakan tindakan jangka panjang dan membutuhkan waktu yang lama untuk
dapat terealisasi, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antar generasi
kepemerintahan agar hal tersebut dapat terwujud dan pada akhirnya kesejahteraan
bangsa dapat lebih mudah dicapai. Dan tentunya mekanisme tersebut harus
dilakukan secara terus menerus dan paling tidak berangsur, agar hasil yang
dicapai dari mekanisme yang dijalankan, hasilnya sesuai dengan harapan, beik
pemerintah maupun individu itu sendiri(para tunawisma).
2.2.10
PERAWATAN KESEHATAN BAGI PARA TUNAWISMA
Perawatan kesehatan bagi para tunawisma
adalah kesehatan masyarakat yang merupakan tantangan utama. Orang Tunawisma
lebih cenderung menderita luka-luka dan masalah medis dari gaya hidup mereka di
jalan, yang meliputi:
a)
Gizi buruk
b)
Penyalahgunaan obat
c)
Paparan unsur-unsur yang parah cuaca
d)
Eksposur yang lebih tinggi dengan kekerasan (perampokan, pemukulan, dan
sebagainya).
Namun pada saat yang sama, mereka memiliki sedikit
akses ke layanan kesehatan umum atau klinik. Ini adalah masalah tertentu di
mana banyak orang tidak memiliki asuransi kesehatan: "Setiap tahun, jutaan
orang dan pengalaman tunawisma yang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan.
Sebagian besar tidak memiliki asuransi kesehatan apa pun, dan tidak ada
memiliki uang tunai untuk membayar untuk perawatan medis. “
Tunawisma orang sering menemukan kesulitan untuk mendokumentasikan tanggal
lahir atau alamat mereka. Tunawisma karena orang biasanya tidak memiliki tempat
untuk menyimpan barang-barang, mereka sering kehilangan barang-barang mereka,
termasuk identifikasi dan dokumen lain, atau mereka menemukan dihancurkan oleh
polisi atau orang lain. Tanpa foto ID, tunawisma orang tidak bisa mendapatkan
pekerjaan atau mengakses banyak layanan sosial.. Mereka dapat ditolak untuk
mengakses bahkan bantuan yang paling mendasar seperti:
a.
lemari pakaian
b.
makanan pantries
c.
manfaat publik tertentu
d.
dalam beberapa kasus, tempat penampungan darurat.
Memperoleh penggantian identifikasi sulit. Tanpa
alamat, akte kelahiran tidak dapat dihubungi.. Mungkin biaya-biaya menjadi
penghalang bagi orang miskin. Dan beberapa negara tidak akan mengeluarkan akte
kelahiran kecuali orang yang memiliki foto identifikasi.
Masalah ini jauh lebih akut di negara-negara yang
menyediakan gratis menggunakan perawatan kesehatan, seperti Inggris, dimana
rumah sakit akses terbuka siang dan malam, dan membuat tidak ada biaya untuk
perawatan. Di Amerika Serikat, klinik perawatan gratis, terutama bagi para
tunawisma yang memang ada di kota-kota besar, tetapi mereka biasanya lebih
dibebani dengan pasien.
Kondisi-kondisi yang
mempengaruhi tunawisma :
a.
Kondisi kulit, termasuk Scabies, sering terjadi karena orang tunawisma terpapar sangat dingin di musim
dingin dan mereka memiliki sedikit akses ke fasilitas mandi.
b.
Mereka memiliki masalah merawat kaki
mereka.
c.
Memiliki masalah gigi lebih parah daripada
populasi umum.
d.
Diabetes, terutama yang tidak diobati,
tersebar luas dalam populasi tunawisma. Specialized buku teks medis telah
ditulis ke alamat ini untuk penyedia .
Ada banyak organisasi yang menyediakan layanan gratis untuk para tunawisma
di negara-negara yang tidak menawarkan pengobatan gratis yang diselenggarakan
oleh negara, tetapi layanan yang diberikan dalam permintaan yang besar,
terbatasnya jumlah praktisi medis. Penyakit menular yang menjadi perhatian,
khususnya tuberkulosis, yang menyebar lebih mudah di tempat penampungan tunawisma padat di
perkotaan dengan kepadatan tinggi.
Berbagai pemberian perawatan kesehatan di beberapa waktu :
a.
Pada tahun 1999, Dr Susan Barrow dari Universitas Columbia Pusat Studi Pencegahan
Homelessness dalam sebuah studi melaporkan bahwa "usia-disesuaikan tingkat
kematian tunawisma pria dan wanita 4 kali orang-orang dari penduduk AS umum dan
2 sampai 3 kali orang-orang dari populasi umum di New York City.
b.
Pada tahun 2004, Boston Health Care untuk Homeless dalam hubungannya dengan Kesehatan
Nasional untuk Dewan Homeless menerbitkan manual medis yang disebut
"Perawatan Kesehatan Homeless Persons", disunting oleh James J.
O'Connell, MD, khusus untuk pengobatan populasi tunawisma.
c.
Pada
Juni 2008, di Boston, Massachusetts, Yawkey Jean Place, empat cerita,
77.653 kaki persegi bangunan, dibuka oleh Boston Kesehatan untuk Program
HomelessIni adalah layanan penuh seluruh bangunan di Boston Medical Center kampus
yang didedikasikan untuk menyediakan perawatan kesehatan bagi para tunawisma.
Itu juga memuat sebuah fasilitas perawatan jangka panjang, yang McInnis Barbara
House, yang diperluas menjadi 104 tempat tidur, yang merupakan pertama dan
terbesar program tangguh medis tunawisma di Amerika Serikat
2.3
REHABILITASI
2.3.1 DEFINISI
REHABILITASI
Rehabilitasi adalah program untuk membantu
memulihkan orang yang memilki penyakit kronis baik dari fisik ataupun
psikologisnya. Program Rehabilitasi individu adalah program yang mencangkup
penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis, dan
pencegahan penyakit.
Selain itu, ada beberapa definisi tentang
rehabilitasi yang tercantum dalam ketentuan-ketentuan yaitu:
a.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Narkotika, Rehabilitasi Medis adalah “suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika”.
b.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika Rehabilitasi Sosial adalah ”suatu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika
dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat”.
c.
Menurut KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi
Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Rehabilitasi adalah ”Upaya kesehatan
yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non-medis,
psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma
ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin”.
d.
KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA, Sarana Pelayanan Rehabilitasi adalah ”tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA, berupa Kegiatan Pemulihan dan Pengembangan secara terpadu
baik fisik, mental, sosial dan agama”.
Dengan prinsip utama bahwa rehabilitasi tersebut adalah dalam upaya
melakukan pemulihan terhadap korban secara komprehensif (baik medis mapun
sosial) dan dalam prinsip untuk memanusiakan-manusia.
2.3.2 MACAM-MACAM
REHABILITASI
Pusat Rehabilitasi terdiri dari berbagai
macam, diantaranya :
a)
Pusat
Rehabilitasi Pengguna Narkoba / NAPZA
Penggunaan rutin obat-obatan terlarang oleh pengguna narkoba yang terus
berlangsung, dapat menimbulkan masalah yang semakin bertambah. Biasanya mereka
melakukan berbagai cara untuk mendapatkan obat-obatan, seperti mereka mencari
pinjaman dari teman dan keluarga dengan alasan yang dibuat-buat, serta tidak
jarang harta benda keluarga dijual di bawah harga yang seharusnya untuk membeli
obat-obatan tersebut. Berbohong dan manipulasi juga menjadi cara untuk menutupi
penggunaan obat. Menyadari banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan
narkoba maka diperlukan perhatian khusus untuk menanggulangi masalah tersebut,
seperti diadakannya rehabilitasi untuk pengguna narkoba. Dalam rehabilitasi
terdapat treatment yang dapat membantu dalam proses penyembuhan pengguna
narkoba.
Ada beberapa hak-hak umum yang disediakan bagi korban dan keluarga korban
narkoba yang meliputi:
1.
Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas
penderitaan yang dialaminya. Pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh
pelaku atau pihak lainnya, seperti negara atau lembaga khusus yang bentuk untuk
menangani masalah ganti kerugian korban.
2.
Hak untuk memperoleh pembinaan dan
rehabilitasi.
3.
Hak untuk memperoleh perlindungan dari
ancaman pelaku.
4.
Hak untuk memperoleh bantuan hokum.
5.
Hak untuk memperoleh hak (harta) miliknya.
6.
Hak untuk memperoleh akses pelayanan
medis.
7.
Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan
akan dikeluarkan dari tahanan sementara, atau pelaku buron dari tahanan.
8.
Hak untuk memperoleh informasi tentang
penyidikan polisi berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban.
9.
Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan
pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.
Demikian juga pada pasal 6 undang-undang menyatakan: korban dalam
pelanggaran hak asasi manusia yang berat, selain berhak atas hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak untuk mendapatkan:
a) bantuan
medis.
b) bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
Yang dimaksud dengan “bantuan rehabilitasi
psiko-sosial” adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang
menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi
kejiwaan korban.
Dalam hukum internasional, reparasi adalah hak korban yang tidak dapat
dihilangkan dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Untuk menjamin
reparasi komisi HAM PBB telah membuat prinsip dasar dan panduan yang dikenal
dengan “Basic Principles and Guidelines on the Rights to a Remedy and
Reparation”. Reparasi yang diatur dalam hukum internasional ada 4 (empat)
bentuk yaitu:
a.
Kompensasi
b.
Restitusi
c.
Rehabilitasi
d.
Jaminan tidak berulangnya pelanggaran
berat HAM tersebut
Menurut Prinsip-prinsip Van Boven-Bassiouni, ”Rehabilitasi yang juga harus
menyertakan perawatan medis dan psikologis dan psikiatris (Butir 24)” (koersif;
penulis). Dari paparan diatas dapat diperhatikan bahwa salah satu hak yang
dimiliki korban yaitu : berhak untuk mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dari perspektif
viktimologi, Pecandu NAPZA adalah merupakan korban sehingga berhak untuk
mendapatkan hak atas rehabilitasi . Hak ini sesungguhnya telah diatur dalam
beberapa peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan pecandu
NAPZA diantaranya adalah: (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika; (2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika; (3)
KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana
Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA; (4) KEPMENKES
996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan
Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA.
Vonis rehabilitasi bukanlah satu-satunya jalan mewujudkan dekriminalisi
untuk mengembalikan hak-hak korban NAPZA. Berbagai hal dapat dilakukan
sebagaimana yang dilakuan oleh negara-negara lain termasuk tetangga dekat kita
Malaysia. Setidaknya amandemen terhadap peraturan perundang-undangan tentang
NAPZA seyognya memperhatikan perkembangan masyarakat termasuk menempatkan
pengguna dalam kedudukannya sebagai korban dan juga mempunyai upaya untuk
mengurangi dampak buruk dari penggunaan NAPZA. Regulasi yang dibentuk tidak
lagi meletakan seolah-olah pengguna NAPZA adalah satu-satunya faktor ”perusak”
tatanan masyarakat padahal banyak faktor utama lainnya yang menyebabkan
gencarnya peredaran gelap napza. Sudah saatnya pengguna dilihat dalam
kedudukannya sebagai korban baik secara formil maupun materiil sehingga hak
untuk direhabilitasi sebagai wujud dekriminalisasi terhadap korban NAPZA harus
dilakukan. Apapun bentuknya, esensi dari dekriminalisasi adalah mengembalikan
hak korban sehingga tidak terjadi viktimisasi.
Selama ini program rehabilitasi terhadap korban terfokus pada rehabilitasi
secara medis, sedangkan rehabilitasi sosial sering diabaikan. Padahal
rehabilitasi sosial memegang peranan yang sama pentingnya dengan rehabilitasi
medis. Sekalipun rehabilitasi medis telah berhasil menghilangkan kecanduan
seseorang terhadap psikotropika, jika tidak diikuti dengan rehabilitasi sosial,
orang tersebut akan dengan mudah kembali ke tempat lingkungan lamanya, kemudian
akan menjadi pecandu obat-obat terlarang.
Problematika ini seringkali dihadapi oleh para pengguna NAPZA. Rehabilitasi
medis dalam prakteknya kerap menerapkan metode isolasi sebagai upaya pemulihan
medis terhadap korban. Metode ini tentunya punya konsekwensi logis, bahwa para
korban kehilangan “persentuhan sosial” selama proses tersebut dijalankan. Pada
tingkat yang sama, ketika para korban sudah selesai pada tahapan rehabilitasi
medis, kerap tidak diikuti dengan rehabilitasi sosial sehingga ketika pecandu
tersebut kembali ke kehidupan masyarakat, mereka “gagap sosial”. Seringkali
terjadi ketidaksiapan untuk beradaptasi dalam kehidupan sosial sehingga korban
punya kans besar untuk kembali ke lingkungan lamanya yang dianggap lebih nyaman
dan kemudian kembali kecanduan (relaps)
Dari hal-hal tersebut maka bentuk dari rehabilitasi yang ideal yaitu:
1)
Pusat Rehabilitasi adalah dalam upaya
untuk memenuhi hak-hak korban NAPZA
bertujuan untuk pemulihan korban baik medis maupun sosial.
2)
Pusat Rehabilitasi harus jauh dari model
sistem pemenjaraan, hal ini penting agar Pusat Rehabilitasi betul-betul adalah
tempat bagi pemulihan korban baik secara medis maupun sosial dan bukan
merupakan penjara dalam bentuk lain.
3)
Pusat Rehabilitasi ini adalah hasil dari
refleksi dari praktek/program rehabilitasi yang selama ini telah berjalan,
dimana lebih menitikberatkan pada rehabilitasi medis dan cenderung mengabaikan
rehabilitasi sosial.
Untuk lebih lanjut, dalam merumuskan suatu
penjabaran dari konsepsi rehabilitasi dapat mencari referensi sebagai
perbandingan tentang konsepsi rehabilitasi di negara-negara yang telah
menerapkan vonis rehabilitasi.
b)
Pusat
Rehabilitasi PSK
PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk
memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk
menyewakan tubuhnya.
Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka
yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah
masyarakat.
Ada pula pihak yang menganggap pelacuran
sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun dibutuhkan (evil necessity).
Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa
menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki);
tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan
memperkosa perempuan mana saja.
Masalah prostitusi merupakan masalah yang kompleks karena sangat berkaitan
dengan tatanan nilai, norma agama dan budaya masyarakat. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK),
antara lain: kemiskinan, kebodohan, lapangan kerja yang terbatas, dan rendahnya
self esteem pada diri seorang wanita. Maka dari itu setiap individu termasuk
pula pada PSK haruslah memiliki rasa optimis dalam menghadapi masa depannya,
karena sikap optimis adalah modal utama bagi seseorang untuk mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya dan meraih keberhasilan di masa yang akan
datang. Tanpa harapan dan keyakinan akan masa depan membuat PSK semakin
terpuruk dalam kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui latar
belakang apa saja yang mempengaruhi seseorang menjalani profesi sebagai pekerja
seks komersial di Surakarta. 2) mendeskripsikan optimisme masa depan pada eks
Pekerja Seks Komersial yang mengikuti rehabilitasi. 3) menggali faktor -faktor
yang mempengaruhi optimisme masa depan pada eks Pekerja Seks Komersial.Latar
belakang yang mempengaruhi subjek menjalani profesi sebagai PSK antara lain :
faktor ekonomi (miskin), pendidikan rendah, kecewa terhadap orang yang
dikasihi, adanya permasalahan dalam keluarga, faktor psikologis (adanya rasa
ingin balas dendam dan ingin mendapatkan sesuatu dengan mudah), terjerumus
pergaulan yang salah Optimisme masa depan pada subjek yang mengikuti
rehabilitasi mengalami perubahan perilaku positif, hal ini ditunjukkan dari
perilaku-perilaku seperti: merasa yakin mempunyai pengendalian atas masa depan
mereka, menghentikan arus pemikiran negatif, memiliki visi pribadi dan berpikir
realistis.Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme masa depan pada pekerja
seks komersial yang dominan ada pada faktor egosentris yaitu perasaan,
keinginan dan tujuan hidup.
Pekerja seks yang terjaring dalam lokalisasi hanyalah mereka yang tergolong
kelas menengah ke bawah. Dr. Nafsiah Mboy, DSA, MPH, pemerhati kesehatan
perempuan, memperkirakan jumlah pekerja seks yang berada di lokalisasi hanya
sekitar 10%. Hal ini berarti, jumlah pekerja seks yang berada di luar
lokalisasi masih jauh lebih besar.
Setelah lokalisasi diresmikan, sikap pemerintah terhadap pekerja seks pun
ternyata masih mendua. Di satu sisi, pemerintah mengambil keuntungan dengan
menarik pajak dari mereka. Di pihak lain, belum ada peraturan yang secara
tegas melindungi pekerjaan mereka, karena statusnya yang ilegal. Upaya
rehabilitasi pun dinilai masih banyak memiliki kelemahan.
ternyata masih mendua. Di satu sisi, pemerintah mengambil keuntungan dengan
menarik pajak dari mereka. Di pihak lain, belum ada peraturan yang secara
tegas melindungi pekerjaan mereka, karena statusnya yang ilegal. Upaya
rehabilitasi pun dinilai masih banyak memiliki kelemahan.
Kelemahan dari rehabilitasi itu adalah karena kurang sesuai dengan
kebutuhan pekerja seks. Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya
yang besar ini juga dianggap tidak tepat sasaran, karena banyak pekerja
seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak menggunakan dan
mengembangkan ketrampilan yang didapatkan. Ketrampilan yang diberikan pun
dianggap mubazir kalau tidak memperhitungkan suara pelaku dan sistem
pemasaran hasil ketrampilan yang diajarkan.
kebutuhan pekerja seks. Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya
yang besar ini juga dianggap tidak tepat sasaran, karena banyak pekerja
seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak menggunakan dan
mengembangkan ketrampilan yang didapatkan. Ketrampilan yang diberikan pun
dianggap mubazir kalau tidak memperhitungkan suara pelaku dan sistem
pemasaran hasil ketrampilan yang diajarkan.
Pemberdayaan perempuan di lokalisasi pertama-tama harus berurusan dengan
mental, bukan berurusan dengan soal ketrampilan. Yang harus diubah adalah
mental mereka agar tidak tergantung pada laki-laki. Karena itu, diperlukan
transformasi dari mental pasif menjadi mental aktif, dimana mereka secara sadar
mengambil tanggung jawab atas hidup mereka sendiri. Setelah urusan mental bisa
diselesaikan, barulah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan, training, dan
sistem penempatan.
c)
Pusat
Rehabilitasi Kanker Payudara
Kanker Payudara adalah penyakit di mana sel-sel (kanker) yang ganas
terdeteksi dalam jaringan payudara. Sel-sel kanker ini kemudian bisa menyebar
di dalam jaringan atau organ tubuh dan juga bisa menyebar ke bagian tubuh yang
lain.
Faktor pemicu kanker jenis ini masih belum diketahui. Kanker ini bisa
terkait dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga, menstruasi dini atau
kemungkinan faktor risiko lainnya. Karena sukar dipastikan, maka semua orang
berisiko, khususnya ketika berusia 40 tahun ke atas. Meskipun faktor-faktor
penyebabnya masih belum diketahui, penyembuhan sempurna sudah mungkin terjadi
berkat deteksi dini melalui pemeriksaan payudara yang teratur.
Tanda-Tanda Peringatan Kanker Payudara :
1. benjolan
yang tidak menyakitkan di payudara
2. rasa gatal
dan ruam merah yang tidak kunjung sembuh di putting
3. perdarahan
atau lendir yang tidak normal dari putting
4. kulit
payudara membengkak dan menebal
5. cekungan
atau kerutan pada kulit payudara
6. puting
tertarik masuk
7. Pengobatan
Langkah-langkah untuk rehabilitasi :
Langkah-langkah untuk rehabilitasi :
1.
Rehabilitasi fisik mencakup:
a)
Latihan bahu setelah pembedahan.
b)
Perawatan lengan atas untuk mencegah
pembekakan kerusakan getah bening.
c)
Gizi seimbang dan perubahan gaya hidup
untuk meningkatkan kesembuhan
2.
Rehabilitasi mental mencakup:
a)
Dukungan yang kuat dari pasangan,
keluarga, teman & kelompok pendukung.
b)
Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya
untuk sembuh..
c)
Memeriksakan diri ke dokter secara teratur
d). Pusat Rehabilitasi Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang
meningkat. Dalam keadaan Fisiologis/normal, tulang kita juga mengalami
pengeroposan yang diikuti dengan pembentukan sel-sel tulang baru di bagian
tulang yang keropos, sedangkan pada penyakit tulang osteoporosis, pengeroposan
tulang terjadi berlebihan dan tidak diikuti proses pembentukan yang cukup
sehingga tulang jadi lebih tipis dan rapuh.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk
wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).
Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena
osteoporosis.
Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini
ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit
osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena
gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah
dideteksi secara dini.
Penderita osteoporosis rentan mengalami patah tulang. Karena itu, jika
sudah mengalami gejala seperti nyeri di pinggang, ada baiknya langsung
melakukan pemeriksaan tulang. Dan kalau terdeteksi osteoporosis, terang dia
lagi, harus dilakuan kombinasi pengobatan dengan perubahan gaya hidup termasuk
memperbaiki asupan nutrisi, melakukan olahraga seperti senam rehabilitasi
osteoporosis, menggunakan obatan-obatan untuk osteoporosis, serta mengurangi
risiko patah tulang dengan mencegah kejatuhan.
Rehabilitasi untuk penyakit osteoporosis dapat dilakukan dengan cara senam
osteoporosis yang bisa membantu penderita osteoporosis dengan meningkatkan
kepadatan tulang, menguatkan otot, memperbaiki kelenturan, serta mengurangi
rasa sakit. Para penderita osteoporosis disarankan untuk melakukan senam 3 kali
per minggu.
Selain senam, penderita sebaiknya menghindari risiko jatuh. Patah tulang
seringkali terjadi akibat jatuh. Dan untuk mencegah jatuh, terang dia,
penderita sebaiknya memperhatikan semua hal termasuk hal-hal yang sederhana di
rumah. Jika rumah dilengkapi tangga, terang dia, sebaiknya dipasang pegangan,
hindari alas kaki yang licin, hindari kabel-kabel atau sepatu berserakan, serta
jangan naik ke atas kursi saat hendak meletakkan atau menjangkau sesuatu dari
tempat yang tinggi.
Perawatan ketiga, adalah mengikuti terapi dengan obat-obatan osteoporosis.
Ketiga cara ini, bukanlah pilihan.
Tetapi, sebaiknya dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Sebuah studi di tahun 2008 menunjukan, hasil kombinasi olahraga dengan terapi
obat jauh lebih baik. Selain itu untuk mendapatkan hasil masksimal, penggunaan
obat osteoporosis ini paling tidak harus dilakukan selama 1 tahun.
Berdasarkan
regulasi yang ada, rehabilitasi terbagi 2 yaitu:
a.
Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis adalah suatu bentuk layanan kesehatan terpadu di bawah
naungan rumah sakit yang dikoordinasi dokter spesialis rehabilitasi medis. Tim
yang dapat melaksanakan rehabilitasi medis ini di antaranya:
1)
Dokter spesialis rehabilitasi medik :
penanggung jawab tim, coordinator, dokter fungsional dan terapis rehabilitasi
medik.
2)
Fisioterapis : tindakan terapi fisik.
3)
Terapis Wicara.
4)
Terapis Okupasi.
5)
Psikolog.
6)
Ortotis / Prostetis.
7)
Petugas sosial medis.
8)
Perawat rehabilitasi medik.
Rehabilitasi medis ini bertujuan untuk penanganan masalah yang berhubungan
dengan:
1.
Gangguan tumbuh kembang / cacat bawaan
sejak bayi hingga dewasa.
2.
Ancaman kecacatan karena penyakit atau
cidera.
3.
Kecacatan penyakit atau cidera.
4.
Dampak psikologis sosial budaya dan
vokasional.
5.
Kecuali cacat pada mata, telinga, dan
gangguan jiwa.
b.
Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah proses
refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
2.3.3 Program
Rehabilitasi
Program rehabilitasi yang lamanya 3 bulan mencakup :
a)
Pendidikan
agama (kognitif, afektif, dan psikomotor)
b)
Psikoterapi
kelompok (group psychotherapy) dan psikoterapi perorangan (Individual
Psychotherapy).
c)
Pendidikan umum.
d)
Pendidikan
keterampilan.
e)
Pendidikan
jasmani (olahraga).
f) Rekreasi.
2.3.4 Hasil
yang Diharapkan
Sesuai menjalani program rehabilitasi hasil yang diharapkan adalah:
a.
Beriman dan bertakwa.
b.
Memiliki kekebalan fisik maupun mental
terhadap NAZA.
c. Memiliki
keterampilan.
d. Dapat
kembali berfungsi secara wajar (layak) dalam kehidupan sehari-hari, baik di
rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun masyarakat.
Pusat Rehabilitasi menggunakan berbagai metode yang berbeda terhadap si
pasien, perawatan pun disesuaikan menurut penyakit si pasien dan seluk-beluk
dari awal terhadap si pasien tersebut. Waktu juga menentukan perbedaan
perawatan antar pasien. Dan pengobatan rawat jalan adalah program yang sangat
bermanfaat bagi para pasien di tahap awal, khususnya bagi pasien yang kecanduan
atau addiction.
Gejala penyakit yang banyak ditemui pada pusat Rehabilitasi:
a) Watak
Pemarah
b) Perilaku
yang aneh
c) Kehilangan
nafsu makan
d) Kehilangan
berat badan
Para pasien yang masuk di pusat Rehabilitasi kebanyakan menderita rendah
diri dan kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, oleh karena itu
psikologi memainkan peranan yang sangat besar dalam program Rehabilitasi, dan
hal ini juga sangat penting untuk menjaga pasien dari teman-teman dan
lingkungan yang memungkinkan kecanduan kembali terhadap obat-obat terlarang.
Sangat dianjurkan untuk tidak memilih pusat Rehabilitasi yang terletak
dekat dengan rumah si Pasien, uang pun memainkan peranan penting dalam
perawatan, tidak lupa kesabaran juga merupakan faktor yang penting baik itu
dari pihak individu dan keluarga itu sendiri.
Beberapa tips menjaga si pasien agar tidak
mengulang kesalahannya setelah pulang dari pusat Rehabilitasi :
a) Menemukan
kembali hobi yang positif atau perkerjaan yang tetap bagi si pasien.
b) Menjaga
hubungan baik antara lingkungan keluarga dan sekitar.
c) Bertemu
dengan konsultan kejiwaan atau psikiater secara berkala.
d) Kesabaran
dan keyakinan dari si pasien itu sendiri akan proses pemulihan dari obat dan
kecanduan.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Gelandangan
adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan
yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang lain. (Anon., 1980).
Factor yang
melatarbelakangi seorang wanita hidup sebagai gelandangan :
a)
Natural assets.
b)
Human assets.
c)
Physical assets.
d)
Financial assets.
e)
Social assets.
Masalah yang timbul dengan semakin banyaknya wanita tunawisma antara
lain :
a.
Pelecehan seksual.
b.
Tindak kekerasan.
c.
Pemerkosaan.
d.
Paksaan untuk masuk dunia pelacuran.
e.
Wanita yang diperjual belikan.
f.
Perbudakan.
g.
Komplikasi berbagai penyakit.
Penanggulangan
terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a)
Tahap persiapan.
b)
Tahap Penyesuaian diri.
c)
Tahapan pendidikan yang berkelenjutan
Rehabilitasi adalah salah satu program yang dapat
menangani permasalah homeless. Di
tempat rehabilitasi ini, mereka akan belajar bagaimana mengembangkan potensi
diri mereka secara positif.
3.2 SARAN
Dengan
semakin banyaknya tunawisma yang ada di jalanan, diharapkan pembaca dan
pemerintah dapat lebih memahami dalam sulitnya hidup dijalanan. Pembaca juga
diharapkan dapat mengikutsertakan diri dalam upaya meminimalisir pembengkakan
jumlah tunawiswa dengan diadakannya penyuluhan dan pembekalan diri di pedesaan
mengenai bagaimana susahnya hidup di kota. Pemerintah juga harusnya dapat
memperbanyak lapangan kerj didesa agar para tunawisma khususnya wanita tak
perlu berbondong-bondong pergi ke kota untuk menjadi seorang gelandangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar