Jumat, 22 Juni 2012

HOMELESS


BAB II
PEMBAHASAN

2.1            DEFINISI WANITA

Wanita adalah sebutan yang digunakan untuk spesies manusia berjenis kelamin perempuan, lawan jenis dari wanita adalah pria. Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui.

2.2            HOMELESS ( TUNAWISMA )

2.2.1  DEFINISI HOMELESS ( TUNAWISMA )

Homeless atau Tunawisma adalah kondisi orang dan kategori sosial dari orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal biasanya karena mereka tidak mampu membayar atau sebaliknya, tidak mampu menjaga, teratur, aman dan perumahan yang layak atau mereka kekurangan. "tetap, teratur, dan cukup malam tinggal" definisi hukum yang sebenarnya berbeda dari satu negara ke negara lain, atau di antara berbagai entitas atau lembaga-lembaga di negara atau wilayah yang sama.
Beberapa ahli menuturkan definisi homeless menurut pendapat mereka, di antaranya:
a.       Menurut Humaidi, 2003 , homeless atau gelandangan berasal dari kata gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana).
b.      Menurut Anon, 1980, gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Istilah tunawisma bisa juga termasuk orang-orang yang tinggal di malam hari utama berada dalam tempat penampungan tunawisma, dalam sebuah institusi yang menyediakan tempat tinggal sementara bagi individu dimaksudkan untuk dilembagakan, atau di tempat umum atau pribadi tidak dirancang untuk digunakan sebagai akomodasi tidur biasa untuk manusia makhluk.
Homeless (tuna wisma/gelandaan) adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma dimasyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum. berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tunawisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat tunawisma berada.Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung.
Jadi, homeless atau tunawisma dapat diartikan sebagai orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum. Sedangkan wanita homeless atau wanita tunawisma dapat diartikan sebagai spesies manusia berjenis kelamin perempuan, yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum.

2.2.2  PENYEBAB HOMELESS

Ada beberapa faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang homeless atau tunawisma, yaitu:
a.       Kemiskinan
Hal ini merupakan faktor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat tinggal di tempat umum. Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi gelandangan.
b.      Bencana Alam
Bencana alam akhir-akhir ini banyak menimpa negara kita. Banyak yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Sehingga mereka memilih untuk tinggal di tempat- tempat umum seperti kolong jembatan karena mereka tak lagi mampu memenuhi kebutuhan yang semakin lama membutuhkan biaya yang banyak.
c.       Yatim Piatu
Anak yang tidak mempunyai orangtua, saudara tidak mempunyai tempat tinggal sehingga mereka mencari tempat berteduh di tempat-tempat umum.
d.      Kurang Kasih Sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang kasih sayang orang tuanya, maka ia turun ke jalan untuk mencari komunitas yang mau menerima dia apa adanya.
e.       Tinggal di Daerah Konflik
Penduduk yang tinggal di daerah konflik, dimana mereka merasa keamanannya kurang terjaga mengakibatkan mereka pindah ke daerah lain yang mereka anggap lebih aman, apalagi kalau rumah mereka hancur karena perang. Banyak tindak kekerasan di wilayah konflik, termasuk pelecehan seksual, perkosaan, pembunuhan sehingga mereka memaksa meninggalkan daerahnya.
Adapun faktor yang melatarbelakangi seorang wanita hidup sebagai gelandangan di kota besar dari pada mereka hidup di daerah asal :
a)      Natural assets: seperti tanah dan air, sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya sehingga mereka berbondong-bondong berurbanisasi ke kota besar guna mencoba peruntungan, yang akhirnya mereka terjebak dalam situasi yang tak kunjung usai.
b)      Human assets: kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi), dimana seorang wanita di desa di diskriminasikan dengan seorang laki-laki/ seorang wanita tidak boleh sekolah tinggi karena akhirnya mereka akan turun ke dapur.
c)      Physical assets: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan komunikasi yang membuat para wanita tersebut semakin tertinggal dan bahkan tidak tahu apapun mengenai dunia luar dari daerah asal mereka. Sehingga mereka selalu berpikiran positif akan ada perubahan hidup yang lebih baik jika mereka pergi ke kota, padahal malah sebaliknya.
d)     Financial assets: Minimnya dana yang dimiliki sebagai modal usaha di kota menjadikan mereka hanya mengandalkan apa yang dimilikinya. Bila yang dimiliki seorang wanita hanya tenaga, mereka akan menggunakan tenaga mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tentu saja tidaklah cukup. Sehingga tak jarang seorang wanita gelandangan menjajakan diri atau berprofesi sebagai PSK. Untuk yang level paling rendahnya, mereka memilih untuk menjadi seorang pengemis atau pengamen. 
e)      Social assets: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik. Tentu saja seorang wanita desa tidaklah tahu menahu akan hal ini. Mereka hanya tahu mengenai bagaimana cara agar hari ini mereka bisa makan.

2.2.3  CIRI- CIRI HOMELESS

Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut:
a)      Para tunawisma tidak mempunyai pekerjaan 
b)      Kondisi fisik para tunawisma yang dapat dibilang tidak sehat karena kondisi lingkungan yang memprihatinkan.
c)      Para Tunawisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
d)      Para Tunawisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya

2.2.4  PEMBAGIAN HOMELESS

Tunawisma sendiri dibagi menjadi 3, yaitu :
a.       Tunawisma biasa, yaitu mereka mempunyai pekerjaan namun tidak mempunyai tempat tinggal tetap.
b.      Tunakarya, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap.
c.       Tunakarya cacat, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai tempat tinggal, juga mempunyai kekurangan jasmani dan rohani.

2.2.5  Tempat Perlindungan Homeless

a.       Luar
Di tanah atau dalam kantong tidur, tenda, atau improvisasi tempat perlindungan, seperti besar kotak kardus, tempat sampah di taman atau tanah kosong.
b.      Kumuh
Improvisasi tempat perkemahan dari tempat penampungan dan gubuk-gubuk, biasanya di dekat rel meter, interstates dan transportasi tinggi vena.
c.       Bangunan terlantar
Tunawisma dapat berlindung di bangunan terlantar ataupun bangunan yang sedang memiliki masalah di bidang hukum, seperti:
1)      Berjongkok di rumah yang tak berpenghuni di mana seorang tunawisma bisa hidup tanpa pembayaran dan tanpa pengetahuan pemilik atau izin.
2)      Kendaraan
Mobil atau truk yang digunakan sebagai sementara atau kadang-kadang hidup jangka panjang perlindungan, misalnya oleh orang-orang baru-baru ini diusir dari rumah. Beberapa orang tinggal di van, sport utility kendaraan, tertutup truk pick-up, station wagon, sedan, atau hatchbacks.
d.      Tempat-tempat umum
Taman, bis atau stasiun kereta api, bandara, transportasi umum kendaraan (dengan terus-menerus mengendarai melewati tempat terbatas tersedia), rumah sakit atau menunggu lobi-lobi daerah, kampus-kampus, dan 24-jam bisnis seperti toko kopi. Banyak tempat-tempat umum menggunakan penjaga keamanan atau polisi untuk mencegah orang dari berkeliaran atau tidur di lokasi tersebut karena berbagai alasan, termasuk gambar, keselamatan, dan kenyamanan.
Seperti cuaca dingin darurat penampungan dibuka oleh gereja-gereja atau lembaga masyarakat, yang dapat terdiri dari dipan di sebuah gudang air panas, atau sementara Shelter Natal.
f.       Kos murah
Juga disebut flophouses, mereka menawarkan murah, berkualitas rendah penginapan sementara.
g.      Hunian hotel
Di mana sebuah tempat tidur sebagai lawan dari seluruh kamar bisa disewa murah di asrama-seperti lingkungan.
h.      Motel murah
Motel juga menawarkan harga yang murah, berkualitas rendah penginapan sementara. Namun, beberapa perumahan yang sanggup tinggal di sebuah motel oleh pilihan.
i.        Teman atau keluarga
Sementara tidur di rumah-rumah teman atau anggota keluarga   (sofa surfing) Sofa surfer mungkin lebih sulit untuk mengenali dari jalan orang-orang gelandangan.
j.        Terowongan bawah tanah
Terowongan bawah tanah seperti ditinggalkan kereta bawah tanah, pemeliharaan, atau terowongan kereta api yang populer di kalangan tunawisma permanen. Para penghuni tempat perlindungan semacam itu disebut di beberapa tempat. Gua-gua alam memungkinkan pusat-pusat perkotaan di bawah untuk tempat-tempat berkumpul para tunawisma bisa. Pipa air yang bocor, kabel listrik, dan pipa uap memungkinkan untuk beberapa hal yang penting hidup.

2.2.6  Dampak Homeless

Masalah gelandangan atau homeless merupakan masalah yang kompleks karena berkaitan satu dengan lainnya dengan beberapa aspek kehidupan. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menanggulanginya; misalnya menimbulkan motivasi melalui persuasi dan edukasi serta pembinaan seperti kegiatan di relokasi, agar mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan dan berusaha menamatkan riwayat hidup bergelandang.
Masalah kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi dari daerah pedesaan ke kota–kota besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk dan daerah–daerah kumuh yang menjadi pemukiman para urban tersebut.
Karena sulit dan terbatasnya pekerjaan yang tersedia serta terbatasnya pengetahuan, keterampilan dan pendidikan, menyebabkan mereka banyak mencari nafkah untuk mempertahankan hidup dengan terpaksa menjadi gelandangan dan pengemis.
Masalah dasar tunawisma adalah kebutuhan manusia untuk perlindungan pribadi, kehangatan dan keamanan, yang dapat benar-benar penting. Kesulitan dasar lainnya meliputi:
a)      keamanan pribadi, tenang, dan privasi, terutama untuk tidur
b)      penyimpanan selimut, pakaian dan harta benda, yang mungkin harus dilakukan setiap saat.
c)      kebersihan dan fasilitas cukup.
d)     pembersihan dan pengeringan pakaian.
e)      mendapatkan, menyiapkan dan menyimpan makanan dalam jumlah kecil.
f)       menjaga kontak, tanpa lokasi permanen atau alamat.
g)      permusuhan dan kekuatan hukum terhadap pergelandangan perkotaan.
Banyak yang menjadi korban homeless, khususnya anak-anak dan wanita. Pengaruh homeless pada anak-anak dan wanita sangat beresiko tinggi dan banyak dampak negatifnya bagi tumbuh kembang dan kesehatan reproduksi. Pengaruh yang sangat terlihat adalah pada mentalnya. Tetapi tunawisma perempuan jarang terlihat karena mereka sering menemukan perlindungan dengan saudara, teman, atau tunawisma lainnya yang perempuan. Sebagian besar perempuan tunawisma di jalan-jalan itu karena perceraian atau melarikan diri dari kekerasan dalam rumah tangga. Pengabaian juga merupakan kontributor kunci pada wanita tunawisma.
Perempuan mungkin pada peningkatan risiko tunawisma atau dipaksa untuk hidup dengan mantan atau pelaku saat ini untuk mencegah tunawisma. Pria juga menemukan diri mereka tunawisma sekunder perceraian dan ketika dilecehkan oleh perempuan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang perempuan lakukan. Pria juga lebih cenderung menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga daripada wanita.
Persoalan dalam lingkup masyarakat yang berhubungan dengan homeless dalam berbagai pendapat :
a)      Di berbagai kota besar di seantero negeri ini, para tunawisma memadati lampu merah, emperan toko, dan kawasan-kawasan tertentu, sehingga menjadi fenomena tersendiri di dalam kehidupan social perkotaan di Indonesia.
b)      Menurut Mike Davis, seorang komentator sosial berkebangsaan Amerika, persoalan pengangguran bersifat inheren di dalam masyarakat kapitalis. Karena motivasi seorang kapitalis adalah mencari keuntungan, maka dia akan terus menerus berupaya memperluas industri. menurutnya, peningkatan pengangguran dihasilkan oleh perkembangan industri manufaktur, terutama penggunaan teknologi atau teknik produksi yang lebih modern dan menghemat tenaga kerja.
c)       Menurut Davis, terjadi peningkatan besar dari produksi pertanian akibat penggunaan teknologi modern dalam pertanian. Situasi ini mendorong semakin banyak orang kehilangan pekerjaan, sehingga memilih pindah ke kota dan berusaha mencari pekerjaan. Hanya saja, menurut davis, ada perbedaan antara pemicu pengangguran di Negara industri maju dengan Negara berkembang.
d)     Di Negara kapitalis maju, pengangguran dipicu oleh pengurangan jam kerja dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, akibat penerapan mekanisasi dan teknologi modern di sektor industri. Sementara di negera berkembang, pemicu utama pengangguran adalah gejala de-industrialisasi akibat proyek neoliberal.

2.2.7  KESEHATAN REPRODUKSI DAN HOMELESS PADA WANITA

Terkadang seorang wanita yang menjadi korban homeless memilki bahaya tersendiri bagi kesehatan reproduksinya. Mereka terancam oleh dunia kejahatan, yang biasanya akan terjerumus oleh sindikat penjualan perempuan yang akhirnya menjadi seorang PSK(Pekerja Seks Komersial). Bagi remaja yang belum cukup umur dan kurang pengetahuan, mereka akan mudah terjerat oleh sindikat ini yang kemudian akan berpengaruh terhadap segala aspek reproduksinya yang seharusnya belum menjadi tanggungan atau waktunya.
Banyak wanita homeless sering menjadi korban dikarenakan kurangnya pengetahuan dan ketidakmengertian mereka pada dampak-dampak yang akan mereka alami. Keadaan seperti itu seharusnya ditanggulangi sejak dini. Jika tidak, maka akan semakin banyak wanita yang akan mengalami kerusakan pada organ reproduksi, seperti PMS (Penyakit Menular Seksual) dan Kanker Mulut Rahim (Serviks).
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di jalanan atau para tunawisma antara lain:
a.       Gender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbeda-beda.
b.      Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
1)      Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi.
2)      Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang tidak layak.
3)      Tidak mendapatkan pelayanan yang baik. 
c.       Pendidikan yang rendah.
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat. 
d.      Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
Sedangkan . masalah yang timbul dengan semakin banyaknya wanita tunawisma antara lain :
a)      Pelecehan seksual.
b)      Tindak kekerasan.
c)      Pemerkosaan.
d)     Paksaan untuk masuk dunia pelacuran.
e)      Wanita yang diperjual belikan.
f)       Perbudakan.
g)      Komplikasi berbagai penyakit.

2.2.8  PERILAKU SEKSUAL WANITA HOMELESS

Pola perilaku anak perempuan atau wanita yang terjadi di kehidupan jalanan yang dimulai dari usia sekolah hingga dewasa hampir sama,seakan-akan yang mereka lakukan adalah hal amat biasa tentunya diikalangan mereka. Berikut contohnya :
a.       Seks bebas 
Dari perilaku seksual usia dini Anak jalanan perempuan, yang mulai seks bebas yaitu anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14 tahun dan ada yang melakukan dengan saudaranya sendiri. Hal ini menyebabkan anak jalanan rentan terhadap penyakit kelamin misalnya HIV atau AIDS.
b.      Penggunaan Drugs
Anak jalanan perempuan rela melakukan hal apapun ( merampas, mencuri, membeli, hubungan seks) yang penting bisa mendapatkan uang untuk membeli minuman keras, pil dan zat aditif lainnya. Mereka menggunakan itu karena ingin menumbuhkan keberanian saat melakukan kegiatan di jalanan.
c.       Tindak kriminal
Kegiatan-kegiatan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang diketahui pernah dilakukan anak jalanan perempuan yaitu memeras, mencuri, mencopet dan pengedaran pil. Tindak kriminal terhadap anak jalanan ini juga dilakukan oleh petugas keamanan seperti Polisi, Satpol PP, TNI, Kantor Informasi dan Komunikasi Pemerintah, DLLAJ. Bagian sosial Pemerintah pada saat melakukan operasi razia ketertiban terhadap anak jalanan, gelandangan, anak yang dilacurkan dan pekerja seks komersial dengan perlakuan tidak manusiawi dan sadis.
d.      Eksploitasi Seksual.
Keberadaan anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan sangat rentan terhadap eksploitasi khususnya eksploitasi seksual seperti pelecehan, penganiyaan secara seksual, pemerkosaan, penjerumusan anak dalam prostitusi dan adanya indikasi perdagangan anak keluar daerah khususnya Riau dan Batam.
e.      Drop out dari sekolah.
Anak-anak jalanan yang dulu pernah sekolah ini banyak mengalami kekerasan di sekolah seperti perlakuan salah baik yang dilakukan oleh teman maupun guru mereka.
Tentu saja hal yang tertera diatas adalah kenyataan pahit yang dialami seorang perempuan di dunia jalanan yang terbilang amat kejam. Karena tindakan diatas, tak hanya kesehatan reproduksi mereka yang mengalami gangguan, melainkan kesehatan mental mereka. Apalagi bila seorang mengalami pelecehan seksual. Trauma yang dibawa akibat kejadian pelecehan seksual itu akan terbawa sampai dewasa nantinya, yang tentunya akan sangat mengganggu perkembangan dari gadis tersebut.
Meski begitu adapun upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan korban homeless yaitu:
a)      Memberikan pendidikan kesehatan
b)      Memberikan penyuluhan tentang proses kehidupan dikota tidak senyaman yang mereka pikirkan.
c)      Membantu menyalurkan keterampilan yang mereka miliki sehingga mereka bisa mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk dapat menghasilkan uang.
d)     Memberikan saran kepada homeless agar mau bergabung dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk melindungi hak-hak kehidupannya.

2.2.9  PENANGANAN PADA TUNAWISMA

Permasalahan tunawisma sampai saat ini merupakan masalah yang tidak habis-habis, karena berkaitan satu sama lain dengan aspe-aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya untuk menanggulanginya. Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan dan berusaha untuk hidup lebih baik.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) selama ini cenderung kurang menyentuh stakeholdernya, atau pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam peraturan. Mekanisme yang saat ini sedang dijalankan adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para tunawisma (gelandangan). Namun sekali lagi, efektifitasnya dirasa kurang karena Panti Sosial ini sebenarnya belum menyentuh permasalahan yang sebenarnya dari para tunawisma , yaitu keengganan untuk kembali ke kampung halaman. Sehingga yang terjadi di dalam praktek pembinaan sosial ini adalah para tunawisma yang keluar masuk panti sosial.
Adapun dalam sebuah penelitian cara penanggulangan terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a)      Tahap persiapan
Karena tunawisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam suatu tempat, seperti asrama atau panti sosial. Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para Tunawisma.
b)      Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tunawisma dikumpulkan , kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus. Agar nantinya mereka lebih disiplin dan teratur.
c)      Tahapan pendidikan yang berkelenjutan
Setelah beberap para tunawisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang lebih layak.
Selain itu, dibawah ini terdapat solusi dalam menangani Tunawisma yaitu:
a.       Tugas pemerintah untuk menangani masalah perkotaan pada umumnya dan tunawisma pada khususnya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak di kota-kota kecil. Sehingga mereka tak perlu hidup susah menjadi seorang gelandangan di kota besar.
b.      Rencana pembangunan pemerintah seharusnya mengedepankan pembangunan secara merata sehingga tidak timbul “gunung dan lembah” di negara, pembangunan hendaknya dilakukan dengan pola “dari desa ke kota” dan bukan sebaliknya. Sehingga, masing-masing putra daerah akan membangun daerahnya sendiri dan mensejahterakan hidupnya.
c.       Melakukan Pembinaan kepada para Tunawisma dapat dilakukan melalui panti dan non panti, tetapi pembina harus mengetahui asal usul daerahnya serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi penyandang masalah sosial itu.
d.      Kalau para Tunawisma disebabkan faktor ekonomi atau pendapatan yang kurang memadai, mereka bisa diberi bekal berupa pelatihan sesuai potensi yang ada padanya, di samping bantuan modal usaha.
e.       Mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.
f.       Pemerintah atau masyarakat mengadakan Program Pendidikan non formal bagi para tunawisma, sehingga dengan cara ini Para Tunawisma mendapatkan pengetahuan.
Dengan mekanisme yang lebih menyentuh permasalahan dasar para Tunawisma tersebut diharapkan masalah tunawisma di kota besar dapat teratasi tanpa menciderai hak-hak individu mereka dan malah dapat membawa para gelandangan kepada kehidupan yang lebih baik. 
Namun, mekanisme di atas merupakan tindakan jangka panjang dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terealisasi, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antar generasi kepemerintahan agar hal tersebut dapat terwujud dan pada akhirnya kesejahteraan bangsa dapat lebih mudah dicapai. Dan tentunya mekanisme tersebut harus dilakukan secara terus menerus dan paling tidak berangsur, agar hasil yang dicapai dari mekanisme yang dijalankan, hasilnya sesuai dengan harapan, beik pemerintah maupun individu itu sendiri(para tunawisma).

2.2.10    PERAWATAN KESEHATAN BAGI PARA TUNAWISMA

Perawatan kesehatan bagi para tunawisma adalah kesehatan masyarakat yang merupakan tantangan utama. Orang Tunawisma lebih cenderung menderita luka-luka dan masalah medis dari gaya hidup mereka di jalan, yang meliputi:
a)      Gizi buruk
b)      Penyalahgunaan obat
c)      Paparan unsur-unsur yang parah cuaca
d)     Eksposur yang lebih tinggi dengan kekerasan (perampokan, pemukulan, dan sebagainya).
Namun pada saat yang sama, mereka memiliki sedikit akses ke layanan kesehatan umum atau klinik. Ini adalah masalah tertentu di mana banyak orang tidak memiliki asuransi kesehatan: "Setiap tahun, jutaan orang dan pengalaman tunawisma yang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan. Sebagian besar tidak memiliki asuransi kesehatan apa pun, dan tidak ada memiliki uang tunai untuk membayar untuk perawatan medis. “
Tunawisma orang sering menemukan kesulitan untuk mendokumentasikan tanggal lahir atau alamat mereka. Tunawisma karena orang biasanya tidak memiliki tempat untuk menyimpan barang-barang, mereka sering kehilangan barang-barang mereka, termasuk identifikasi dan dokumen lain, atau mereka menemukan dihancurkan oleh polisi atau orang lain. Tanpa foto ID, tunawisma orang tidak bisa mendapatkan pekerjaan atau mengakses banyak layanan sosial.. Mereka dapat ditolak untuk mengakses bahkan bantuan yang paling mendasar seperti:
a.       lemari pakaian
b.       makanan pantries
c.       manfaat publik tertentu
d.      dalam beberapa kasus, tempat penampungan darurat.
Memperoleh penggantian identifikasi sulit. Tanpa alamat, akte kelahiran tidak dapat dihubungi.. Mungkin biaya-biaya menjadi penghalang bagi orang miskin. Dan beberapa negara tidak akan mengeluarkan akte kelahiran kecuali orang yang memiliki foto identifikasi.
Masalah ini jauh lebih akut di negara-negara yang menyediakan gratis menggunakan perawatan kesehatan, seperti Inggris, dimana rumah sakit akses terbuka siang dan malam, dan membuat tidak ada biaya untuk perawatan. Di Amerika Serikat, klinik perawatan gratis, terutama bagi para tunawisma yang memang ada di kota-kota besar, tetapi mereka biasanya lebih dibebani dengan pasien.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi tunawisma :
a.       Kondisi kulit, termasuk Scabies, sering terjadi karena orang tunawisma terpapar sangat dingin di musim dingin dan mereka memiliki sedikit akses ke fasilitas mandi.
b.      Mereka memiliki masalah merawat kaki mereka.
c.       Memiliki masalah gigi lebih parah daripada populasi umum.
d.      Diabetes, terutama yang tidak diobati, tersebar luas dalam populasi tunawisma. Specialized buku teks medis telah ditulis ke alamat ini untuk penyedia .
Ada banyak organisasi yang menyediakan layanan gratis untuk para tunawisma di negara-negara yang tidak menawarkan pengobatan gratis yang diselenggarakan oleh negara, tetapi layanan yang diberikan dalam permintaan yang besar, terbatasnya jumlah praktisi medis. Penyakit menular yang menjadi perhatian, khususnya tuberkulosis, yang menyebar lebih mudah di tempat penampungan tunawisma padat di perkotaan dengan kepadatan tinggi.
Berbagai pemberian perawatan kesehatan di beberapa waktu :
a.       Pada tahun 1999, Dr Susan Barrow dari Universitas Columbia Pusat Studi Pencegahan Homelessness dalam sebuah studi melaporkan bahwa "usia-disesuaikan tingkat kematian tunawisma pria dan wanita 4 kali orang-orang dari penduduk AS umum dan 2 sampai 3 kali orang-orang dari populasi umum di New York City.
b.      Pada tahun 2004, Boston Health Care untuk Homeless dalam hubungannya dengan Kesehatan Nasional untuk Dewan Homeless menerbitkan manual medis yang disebut "Perawatan Kesehatan Homeless Persons", disunting oleh James J. O'Connell, MD, khusus untuk pengobatan populasi tunawisma.
c.        Pada Juni 2008, di Boston, Massachusetts, Yawkey Jean Place, empat cerita, 77.653 kaki persegi bangunan, dibuka oleh Boston Kesehatan untuk Program HomelessIni adalah layanan penuh seluruh bangunan di Boston Medical Center kampus yang didedikasikan untuk menyediakan perawatan kesehatan bagi para tunawisma. Itu juga memuat sebuah fasilitas perawatan jangka panjang, yang McInnis Barbara House, yang diperluas menjadi 104 tempat tidur, yang merupakan pertama dan terbesar program tangguh medis tunawisma di Amerika Serikat

2.3             REHABILITASI

2.3.1  DEFINISI REHABILITASI
Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan orang yang memilki penyakit kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya. Program Rehabilitasi individu adalah program yang mencangkup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis, dan pencegahan penyakit.
Selain itu, ada beberapa definisi tentang rehabilitasi yang tercantum dalam ketentuan-ketentuan yaitu:
a.       Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Narkotika, Rehabilitasi Medis adalah “suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika”.
b.      Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Rehabilitasi Sosial adalah ”suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat”.
c.       Menurut KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Rehabilitasi adalah ”Upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non-medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin”.
d.       KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Sarana Pelayanan Rehabilitasi adalah ”tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, berupa Kegiatan Pemulihan dan Pengembangan secara terpadu baik fisik, mental, sosial dan agama”.
Dengan prinsip utama bahwa rehabilitasi tersebut adalah dalam upaya melakukan pemulihan terhadap korban secara komprehensif  (baik medis mapun sosial) dan dalam prinsip untuk memanusiakan-manusia.
2.3.2  MACAM-MACAM REHABILITASI
Pusat Rehabilitasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya :
a)      Pusat Rehabilitasi Pengguna Narkoba / NAPZA
Penggunaan rutin obat-obatan terlarang oleh pengguna narkoba yang terus berlangsung, dapat menimbulkan masalah yang semakin bertambah. Biasanya mereka melakukan berbagai cara untuk mendapatkan obat-obatan, seperti mereka mencari pinjaman dari teman dan keluarga dengan alasan yang dibuat-buat, serta tidak jarang harta benda keluarga dijual di bawah harga yang seharusnya untuk membeli obat-obatan tersebut. Berbohong dan manipulasi juga menjadi cara untuk menutupi penggunaan obat. Menyadari banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba maka diperlukan perhatian khusus untuk menanggulangi masalah tersebut, seperti diadakannya rehabilitasi untuk pengguna narkoba. Dalam rehabilitasi terdapat treatment yang dapat membantu dalam proses penyembuhan pengguna narkoba.
Ada beberapa hak-hak umum yang disediakan bagi korban dan keluarga korban narkoba yang meliputi:
1.      Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya. Pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku atau pihak lainnya, seperti negara atau lembaga khusus yang bentuk untuk menangani masalah ganti kerugian korban.
2.      Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi.
3.      Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku.
4.      Hak untuk memperoleh bantuan hokum.
5.      Hak untuk memperoleh hak (harta) miliknya.
6.      Hak untuk memperoleh akses pelayanan medis.
7.      Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari tahanan sementara, atau pelaku buron dari tahanan.
8.      Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban.
9.      Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.
Demikian juga pada pasal 6 undang-undang menyatakan: korban dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat, selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak untuk mendapatkan:
a)       bantuan medis.
b)        bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
Yang dimaksud dengan “bantuan rehabilitasi psiko-sosial” adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban.
Dalam hukum internasional, reparasi adalah hak korban yang tidak dapat dihilangkan dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Untuk menjamin reparasi komisi HAM PBB telah membuat prinsip dasar dan panduan yang dikenal dengan “Basic Principles and Guidelines on the Rights to a Remedy and Reparation”. Reparasi yang diatur dalam hukum internasional ada 4 (empat) bentuk yaitu:
a.       Kompensasi
b.      Restitusi
c.       Rehabilitasi
d.      Jaminan tidak berulangnya pelanggaran berat HAM tersebut
Menurut Prinsip-prinsip Van Boven-Bassiouni, ”Rehabilitasi yang juga harus menyertakan perawatan medis dan psikologis dan psikiatris (Butir 24)” (koersif; penulis). Dari paparan diatas dapat diperhatikan bahwa salah satu hak yang dimiliki korban yaitu : berhak untuk mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dari perspektif viktimologi, Pecandu NAPZA adalah merupakan korban sehingga berhak untuk mendapatkan hak atas rehabilitasi . Hak ini sesungguhnya telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan pecandu NAPZA diantaranya adalah: (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika; (2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika; (3) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA; (4) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA.
Vonis rehabilitasi bukanlah satu-satunya jalan mewujudkan dekriminalisi untuk mengembalikan hak-hak korban NAPZA. Berbagai hal dapat dilakukan sebagaimana yang dilakuan oleh negara-negara lain termasuk tetangga dekat kita Malaysia. Setidaknya amandemen terhadap peraturan perundang-undangan tentang NAPZA seyognya memperhatikan perkembangan masyarakat termasuk menempatkan pengguna dalam kedudukannya sebagai korban dan juga mempunyai upaya untuk mengurangi dampak buruk dari penggunaan NAPZA. Regulasi yang dibentuk tidak lagi meletakan seolah-olah pengguna NAPZA adalah satu-satunya faktor ”perusak” tatanan masyarakat padahal banyak faktor utama lainnya yang menyebabkan gencarnya peredaran gelap napza. Sudah saatnya pengguna dilihat dalam kedudukannya sebagai korban baik secara formil maupun materiil sehingga hak untuk direhabilitasi sebagai wujud dekriminalisasi terhadap korban NAPZA harus dilakukan. Apapun bentuknya, esensi dari dekriminalisasi adalah mengembalikan hak korban sehingga tidak terjadi viktimisasi.
Selama ini program rehabilitasi terhadap korban terfokus pada rehabilitasi secara medis, sedangkan rehabilitasi sosial sering diabaikan. Padahal rehabilitasi sosial memegang peranan yang sama pentingnya dengan rehabilitasi medis. Sekalipun rehabilitasi medis telah berhasil menghilangkan kecanduan seseorang terhadap psikotropika, jika tidak diikuti dengan rehabilitasi sosial, orang tersebut akan dengan mudah kembali ke tempat lingkungan lamanya, kemudian akan menjadi pecandu obat-obat terlarang.
Problematika ini seringkali dihadapi oleh para pengguna NAPZA. Rehabilitasi medis dalam prakteknya kerap menerapkan metode isolasi sebagai upaya pemulihan medis terhadap korban. Metode ini tentunya punya konsekwensi logis, bahwa para korban kehilangan “persentuhan sosial” selama proses tersebut dijalankan. Pada tingkat yang sama, ketika para korban sudah selesai pada tahapan rehabilitasi medis, kerap tidak diikuti dengan rehabilitasi sosial sehingga ketika pecandu tersebut kembali ke kehidupan masyarakat, mereka “gagap sosial”. Seringkali terjadi ketidaksiapan untuk beradaptasi dalam kehidupan sosial sehingga korban punya kans besar untuk kembali ke lingkungan lamanya yang dianggap lebih nyaman dan kemudian kembali kecanduan (relaps)
Dari hal-hal tersebut maka bentuk dari rehabilitasi yang ideal yaitu:
1)      Pusat Rehabilitasi adalah dalam upaya untuk memenuhi hak-hak korban NAPZA  bertujuan untuk pemulihan korban baik medis maupun sosial.
2)      Pusat Rehabilitasi harus jauh dari model sistem pemenjaraan, hal ini penting agar Pusat Rehabilitasi betul-betul adalah tempat bagi pemulihan korban baik secara medis maupun sosial dan bukan merupakan penjara dalam bentuk lain.
3)      Pusat Rehabilitasi ini adalah hasil dari refleksi dari praktek/program rehabilitasi yang selama ini telah berjalan, dimana lebih menitikberatkan pada rehabilitasi medis dan cenderung mengabaikan rehabilitasi sosial.
Untuk lebih lanjut, dalam merumuskan suatu penjabaran dari konsepsi rehabilitasi dapat mencari referensi sebagai perbandingan tentang konsepsi rehabilitasi di negara-negara yang telah menerapkan vonis rehabilitasi.
b)       Pusat Rehabilitasi PSK
PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya.
Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.
Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa perempuan mana saja.
Masalah prostitusi merupakan masalah yang kompleks karena sangat berkaitan dengan tatanan nilai, norma agama dan budaya masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK), antara lain: kemiskinan, kebodohan, lapangan kerja yang terbatas, dan rendahnya self esteem pada diri seorang wanita. Maka dari itu setiap individu termasuk pula pada PSK haruslah memiliki rasa optimis dalam menghadapi masa depannya, karena sikap optimis adalah modal utama bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan meraih keberhasilan di masa yang akan datang. Tanpa harapan dan keyakinan akan masa depan membuat PSK semakin terpuruk dalam kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui latar belakang apa saja yang mempengaruhi seseorang menjalani profesi sebagai pekerja seks komersial di Surakarta. 2) mendeskripsikan optimisme masa depan pada eks Pekerja Seks Komersial yang mengikuti rehabilitasi. 3) menggali faktor -faktor yang mempengaruhi optimisme masa depan pada eks Pekerja Seks Komersial.Latar belakang yang mempengaruhi subjek menjalani profesi sebagai PSK antara lain : faktor ekonomi (miskin), pendidikan rendah, kecewa terhadap orang yang dikasihi, adanya permasalahan dalam keluarga, faktor psikologis (adanya rasa ingin balas dendam dan ingin mendapatkan sesuatu dengan mudah), terjerumus pergaulan yang salah Optimisme masa depan pada subjek yang mengikuti rehabilitasi mengalami perubahan perilaku positif, hal ini ditunjukkan dari perilaku-perilaku seperti: merasa yakin mempunyai pengendalian atas masa depan mereka, menghentikan arus pemikiran negatif, memiliki visi pribadi dan berpikir realistis.Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme masa depan pada pekerja seks komersial yang dominan ada pada faktor egosentris yaitu perasaan, keinginan dan tujuan hidup.
Pekerja seks yang terjaring dalam lokalisasi hanyalah mereka yang tergolong kelas menengah ke bawah. Dr. Nafsiah Mboy, DSA, MPH, pemerhati kesehatan perempuan, memperkirakan jumlah pekerja seks yang berada di lokalisasi hanya sekitar 10%. Hal ini berarti, jumlah pekerja seks yang berada di luar lokalisasi masih jauh lebih besar.
Setelah lokalisasi diresmikan, sikap pemerintah terhadap pekerja seks pun
ternyata masih mendua. Di satu sisi, pemerintah mengambil keuntungan dengan
menarik pajak dari mereka. Di pihak lain, belum ada peraturan yang secara
tegas melindungi pekerjaan mereka, karena statusnya yang ilegal. Upaya
rehabilitasi pun dinilai masih banyak memiliki kelemahan.
Kelemahan dari rehabilitasi itu adalah karena kurang sesuai dengan
kebutuhan pekerja seks. Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya
yang besar ini juga dianggap tidak tepat sasaran, karena banyak pekerja
seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak menggunakan dan
mengembangkan ketrampilan yang didapatkan. Ketrampilan yang diberikan pun
dianggap mubazir kalau tidak memperhitungkan suara pelaku dan sistem
pemasaran hasil ketrampilan yang diajarkan.
Pemberdayaan perempuan di lokalisasi pertama-tama harus berurusan dengan mental, bukan berurusan dengan soal ketrampilan. Yang harus diubah adalah mental mereka agar tidak tergantung pada laki-laki. Karena itu, diperlukan transformasi dari mental pasif menjadi mental aktif, dimana mereka secara sadar mengambil tanggung jawab atas hidup mereka sendiri. Setelah urusan mental bisa diselesaikan, barulah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan, training, dan sistem penempatan.
c)       Pusat Rehabilitasi Kanker Payudara
Kanker Payudara adalah penyakit di mana sel-sel (kanker) yang ganas terdeteksi dalam jaringan payudara. Sel-sel kanker ini kemudian bisa menyebar di dalam jaringan atau organ tubuh dan juga bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Faktor pemicu kanker jenis ini masih belum diketahui. Kanker ini bisa terkait dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga, menstruasi dini atau kemungkinan faktor risiko lainnya. Karena sukar dipastikan, maka semua orang berisiko, khususnya ketika berusia 40 tahun ke atas. Meskipun faktor-faktor penyebabnya masih belum diketahui, penyembuhan sempurna sudah mungkin terjadi berkat deteksi dini melalui pemeriksaan payudara yang teratur.
Tanda-Tanda Peringatan Kanker Payudara :
1.       benjolan yang tidak menyakitkan di payudara
2.       rasa gatal dan ruam merah yang tidak kunjung sembuh di putting
3.       perdarahan atau lendir yang tidak normal dari putting
4.       kulit payudara membengkak dan menebal
5.       cekungan atau kerutan pada kulit payudara
6.       puting tertarik masuk
7.       Pengobatan
Langkah-langkah untuk rehabilitasi :
1.      Rehabilitasi fisik mencakup:
a)      Latihan bahu setelah pembedahan.
b)      Perawatan lengan atas untuk mencegah pembekakan kerusakan getah bening.
c)      Gizi seimbang dan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kesembuhan
2.      Rehabilitasi mental mencakup:
a)      Dukungan yang kuat dari pasangan, keluarga, teman & kelompok pendukung.
b)      Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya untuk sembuh..
c)      Memeriksakan diri ke dokter secara teratur
d). Pusat Rehabilitasi Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Dalam keadaan Fisiologis/normal, tulang kita juga mengalami pengeroposan yang diikuti dengan pembentukan sel-sel tulang baru di bagian tulang yang keropos, sedangkan pada penyakit tulang osteoporosis, pengeroposan tulang terjadi berlebihan dan tidak diikuti proses pembentukan yang cukup sehingga tulang jadi lebih tipis dan rapuh.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Penderita osteoporosis rentan mengalami patah tulang. Karena itu, jika sudah mengalami gejala seperti nyeri di pinggang, ada baiknya langsung melakukan pemeriksaan tulang. Dan kalau terdeteksi osteoporosis, terang dia lagi, harus dilakuan kombinasi pengobatan dengan perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki asupan nutrisi, melakukan olahraga seperti senam rehabilitasi osteoporosis, menggunakan obatan-obatan untuk osteoporosis, serta mengurangi risiko patah tulang dengan mencegah kejatuhan.
Rehabilitasi untuk penyakit osteoporosis dapat dilakukan dengan cara senam osteoporosis yang bisa membantu penderita osteoporosis dengan meningkatkan kepadatan tulang, menguatkan otot, memperbaiki kelenturan, serta mengurangi rasa sakit. Para penderita osteoporosis disarankan untuk melakukan senam 3 kali per minggu.
Selain senam, penderita sebaiknya menghindari risiko jatuh. Patah tulang seringkali terjadi akibat jatuh. Dan untuk mencegah jatuh, terang dia, penderita sebaiknya memperhatikan semua hal termasuk hal-hal yang sederhana di rumah. Jika rumah dilengkapi tangga, terang dia, sebaiknya dipasang pegangan, hindari alas kaki yang licin, hindari kabel-kabel atau sepatu berserakan, serta jangan naik ke atas kursi saat hendak meletakkan atau menjangkau sesuatu dari tempat yang tinggi.
Perawatan ketiga, adalah mengikuti terapi dengan obat-obatan osteoporosis. Ketiga cara ini, bukanlah pilihan.
Tetapi, sebaiknya dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sebuah studi di tahun 2008 menunjukan, hasil kombinasi olahraga dengan terapi obat jauh lebih baik. Selain itu untuk mendapatkan hasil masksimal, penggunaan obat osteoporosis ini paling tidak harus dilakukan selama 1 tahun.
Berdasarkan regulasi yang ada, rehabilitasi terbagi 2 yaitu:
a.       Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis adalah suatu bentuk layanan kesehatan terpadu di bawah naungan rumah sakit yang dikoordinasi dokter spesialis rehabilitasi medis. Tim yang dapat melaksanakan rehabilitasi medis ini di antaranya:
1)      Dokter spesialis rehabilitasi medik : penanggung jawab tim, coordinator, dokter fungsional dan terapis rehabilitasi medik.
2)      Fisioterapis : tindakan terapi fisik.
3)      Terapis Wicara.
4)      Terapis Okupasi.
5)      Psikolog.
6)      Ortotis / Prostetis.
7)      Petugas sosial medis.
8)      Perawat rehabilitasi medik.
Rehabilitasi medis ini bertujuan untuk penanganan masalah yang berhubungan dengan:
1.      Gangguan tumbuh kembang / cacat bawaan sejak bayi hingga dewasa.
2.      Ancaman kecacatan karena penyakit atau cidera.
3.      Kecacatan penyakit atau cidera.
4.      Dampak psikologis sosial budaya dan vokasional.
5.      Kecuali cacat pada mata, telinga, dan gangguan jiwa.
b.      Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
2.3.3  Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi yang lamanya 3 bulan mencakup :
a)      Pendidikan agama (kognitif, afektif, dan psikomotor)
b)      Psikoterapi kelompok (group psychotherapy) dan psikoterapi perorangan (Individual Psychotherapy).
c)      Pendidikan umum.
d)     Pendidikan keterampilan.
e)      Pendidikan jasmani (olahraga).
f) Rekreasi.
2.3.4  Hasil yang Diharapkan
Sesuai menjalani program rehabilitasi hasil yang diharapkan adalah:
a.       Beriman dan bertakwa.
b.      Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAZA.
c.       Memiliki keterampilan.
d.      Dapat kembali berfungsi secara wajar (layak) dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun masyarakat.
Pusat Rehabilitasi menggunakan berbagai metode yang berbeda terhadap si pasien, perawatan pun disesuaikan menurut penyakit si pasien dan seluk-beluk dari awal terhadap si pasien tersebut. Waktu juga menentukan perbedaan perawatan antar pasien. Dan pengobatan rawat jalan adalah program yang sangat bermanfaat bagi para pasien di tahap awal, khususnya bagi pasien yang kecanduan atau addiction.
Gejala penyakit yang banyak ditemui pada pusat Rehabilitasi:
a)       Watak Pemarah
b)       Perilaku yang aneh
c)       Kehilangan nafsu makan
d)       Kehilangan berat badan
Para pasien yang masuk di pusat Rehabilitasi kebanyakan menderita rendah diri dan kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, oleh karena itu psikologi memainkan peranan yang sangat besar dalam program Rehabilitasi, dan hal ini juga sangat penting untuk menjaga pasien dari teman-teman dan lingkungan yang memungkinkan kecanduan kembali terhadap obat-obat terlarang.
Sangat dianjurkan untuk tidak memilih pusat Rehabilitasi yang terletak dekat dengan rumah si Pasien, uang pun memainkan peranan penting dalam perawatan, tidak lupa kesabaran juga merupakan faktor yang penting baik itu dari pihak individu dan keluarga itu sendiri.
Beberapa tips menjaga si pasien agar tidak mengulang kesalahannya setelah pulang dari pusat Rehabilitasi :
a)       Menemukan kembali hobi yang positif atau perkerjaan yang tetap bagi si pasien.
b)       Menjaga hubungan baik antara lingkungan keluarga dan sekitar.
c)       Bertemu dengan konsultan kejiwaan atau psikiater secara berkala.
d)       Kesabaran dan keyakinan dari si pasien itu sendiri akan proses pemulihan dari obat dan kecanduan.









BAB III
PENUTUP

3.1  SIMPULAN
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. (Anon., 1980). 
Factor yang melatarbelakangi seorang wanita hidup sebagai gelandangan :
a)      Natural assets.
b)      Human assets.
c)      Physical assets.
d)     Financial assets.
e)      Social assets.
Masalah yang timbul dengan semakin banyaknya wanita tunawisma antara lain :
a.       Pelecehan seksual.
b.      Tindak kekerasan.
c.       Pemerkosaan.
d.      Paksaan untuk masuk dunia pelacuran.
e.       Wanita yang diperjual belikan.
f.       Perbudakan.
g.      Komplikasi berbagai penyakit.
Penanggulangan terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a)      Tahap persiapan.
b)      Tahap Penyesuaian diri.
c)      Tahapan pendidikan yang berkelenjutan
Rehabilitasi adalah salah satu program yang dapat menangani permasalah homeless. Di tempat rehabilitasi ini, mereka akan belajar bagaimana mengembangkan potensi diri mereka secara positif.
3.2  SARAN
Dengan semakin banyaknya tunawisma yang ada di jalanan, diharapkan pembaca dan pemerintah dapat lebih memahami dalam sulitnya hidup dijalanan. Pembaca juga diharapkan dapat mengikutsertakan diri dalam upaya meminimalisir pembengkakan jumlah tunawiswa dengan diadakannya penyuluhan dan pembekalan diri di pedesaan mengenai bagaimana susahnya hidup di kota. Pemerintah juga harusnya dapat memperbanyak lapangan kerj didesa agar para tunawisma khususnya wanita tak perlu berbondong-bondong pergi ke kota untuk menjadi seorang gelandangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar